Page 355 - A Man Called Ove
P. 355
A Man Called Ove
“Astaga. Itu bukan ponselnya, itu ponselku. Dia
menelepon!” kata Parvaneh tidak sabar.
Lalu, sebelum Ove bisa memprotes, Parvaneh menyelinap
melewatinya dan menuju toilet.
“Ya,” kata Ove sambil mengangkat ponsel hingga berjarak
beberapa sentimeter dari telinganya. Dia sedikit kurang jelas
apakah dirinya masih bicara dengan Parvaneh atau orang di
ujung lain ponsel.
“Hai!” teriak perempuan jurnalis itu, Lena. Ove merasa
perlu semakin menjauhkan ponsel dari telinga. “Jadi, kini
kau siap kuwawancarai?” lanjut perempuan itu dengan nada
sangat antusias.
“Tidak,” jawab Ove sambil memegang ponsel di
depannya, untuk mengetahui cara menutup telepon.
“Kau membaca surat yang kukirimkan kepadamu? Atau
membaca surat kabar itu? Sudahkah kau membaca surat kabar
itu? Kurasa aku akan membiarkanmu melihatnya dulu, jadi
kau bisa lebih dulu mendapat kesan mengenai gaya jurnalistik
kami!”
Ove pergi ke dapur. Mengambil surat kabar dan surat
yang diantarkan oleh pemuda bernama Adrian itu beberapa
hari yang lalu.
“Sudah?” teriak perempuan jurnalis itu.
“Tenanglah. Sedang kubaca, kan!” kata Ove keras-keras
pada ponsel sambil membungkuk di atas meja dapur.
“Aku hanya ingin tahu apakah—” lanjut perempuan itu
dengan berani.
350