Page 360 - A Man Called Ove
P. 360
Fredrik Backman
“Tidak adakah pekerjaan lain yang lebih baik, daripada
berdiri di luar sini dan berpura-pura menjadi mandor?” gerutu
lelaki berkemeja putih.
“Tidak ada acara bagus di TV,” jawab Ove.
Dan saat itulah muncul kedutan kecil di pelipis lelaki
berkemeja putih. Seakan topengnya merosot sedikit, hanya
sedikit saja. Dia memandang karavan itu, Skoda-nya yang
terpojok, plang, dan Ove yang berdiri di depannya sambil
bersedekap. Sekejap lelaki itu seakan mempertimbangkan
apakah akan mencoba memaksa Ove dengan kekerasan, tapi
pada detik berikutnya dia menyadari bahwa kemungkinan
besar ini gagasan yang teramat sangat buruk.
“Kau konyol sekali, Ove. Ini sangat, sangat konyol,”
desisnya pada akhirnya.
Dan mata biru lelaki berkemeja putih, untuk kali
pertama, dipenuhi kemarahan yang nyata. Wajah Ove tidak
menunjukkan sedikit pun emosi. Lelaki berkemeja putih
berjalan pergi, menuju garasi-garasi dan jalanan utama,
dengan semacam langkah yang menjelaskan bahwa ini
bukanlah akhir cerita.
Perempuan yang membawa dokumen bergegas menge-
jarnya.
Orang mungkin berharap Ove menyaksikan mereka
dengan tatapan kemenangan di matanya. Sesungguhnya
Ove sendiri mungkin berharap begitu. Namun, dia malah
tampak lelah dan sedih. Seakan sudah berbulan-bulan dia
tidak tidur. Seakan dia nyaris tidak punya kekuatan lagi untuk
355