Page 397 - A Man Called Ove
P. 397
A Man Called Ove
Dan ketika Parvaneh mulai menangis juga, Ove men-
desah—“dasar perempuan”—lalu berbalik dan mulai
melangkah menyusuri jalanan.
Lelaki berkemeja putih mematikan rokoknya dengan
injakan sepatu dan menggedor-gedor rumah Anita dan Rune
kira-kira setengah jam kemudian. Dia membawa tiga pemuda
berseragam perawat, seakan mengharapkan perlawanan
kasar. Ketika Anita yang mungil dan ringkih membuka pintu,
ketiga pemuda itu tampak sedikit malu, terutama terhadap
diri mereka sendiri. Namun lelaki berkemeja putih maju
selangkah menghampiri Anita dan melambai-lambaikan
dokumen di udara, seakan memegang kapak.
“Sudah saatnya,” katanya kepada Anita dengan semacam
ketidaksabaran, lalu mencoba melangkah memasuki lorong.
Namun Anita menghalangi jalannya. Sejauh yang bisa
dilakukan oleh perempuan bertubuh seukurannya dalam
menghalangi jalan seseorang.
“Tidak!” katanya tanpa bergerak satu inci pun.
Lelaki berkemeja putih berhenti dan memandangnya.
Menggeleng-gelengkan kepala dengan lelah dan mengerutkan
hidung, hingga nyaris tampak seakan hidung itu terbenam
dalam daging pipinya.
“Kau sudah punya waktu dua tahun untuk melakukan ini
dengan cara mudah, Anita. Dan kini keputusan telah dibuat.
Jadi, selesailah sudah.”
Lelaki itu mencoba melewati Anita lagi, tapi perempuan
itu tetap berada di tempatnya di ambang pintu, bergeming
seperti batu tegak kuno.
392