Page 51 - A Man Called Ove
P. 51
A Man Called Ove
Dia mengangkat kepala, menatap istrinya.
“Pasti kau jengkel karena kemarin aku tidak datang
seperti yang kujanjikan,” gumamnya.
Istrinya diam saja.
“Seluruh jalanan berubah jadi rumah sakit jiwa,” katanya
membela diri. “Kekacauan total. Sekarang ini, kau bahkan
harus keluar dan memundurkan karavan mereka. Dan
kau bahkan tidak bisa memasang pengait dengan tenang,”
lanjutnya, seakan istrinya tidak setuju.
Ove berdeham.
“Jelas aku tidak bisa memasang pengait ketika di luar
sudah gelap. Jika itu kulakukan, mustahil tahu kapan lampu-
lampu bisa dipadamkan. Kemungkinan besar lampu-lampu
itu akan terus menyala dan memboroskan listrik. Itu pasti.”
Istrinya tidak menjawab. Ove menendang tanah beku,
seakan mencari kata-kata. Berdeham singkat sekali lagi.
“Segalanya tidak beres ketika kau tidak ada di rumah.”
Istrinya tidak menjawab. Ove meraba-raba kedua
tanaman itu.
“Aku lelah, hanya berkeliaran di seputar rumah sepanjang
hari, sementara kau tidak ada.”
Istrinya juga tidak menjawab perkataan itu. Ove
mengangguk. Dia mengangkat kedua tanaman itu agar bisa
dilihat oleh istrinya.
“Bunganya berwarna dadu. Kesukaanmu. Di toko
dikatakan ini tanaman tahunan, tapi sialan, ini sama sekali
tidak sesuai dengan sebutannya. Jelas tanaman ini akan mati
46