Page 57 - A Man Called Ove
P. 57
A Man Called Ove
di sekelilingnya, mengamati langit setiap Sabtu pagi. Dan
terkadang ibunya menyanyi dengan suara parau.
Dahulu, Ove biasa duduk di bawah jendela dengan
buku matematika di pangkuan, dan dia ingat, dirinya suka
mendengarkan ibunya. Dia mengingatnya. Tentu saja, suara
ibunya parau dan nada ganjil itu lebih sumbang dibandingkan
yang disukai orang. Namun, dia ingat, dirinya tetap saja suka.
Ayah Ove bekerja di jawatan kereta api. Telapak tangan
lelaki itu mirip kulit yang diukir dengan pisau, dan keriput-
keriput di wajahnya begitu dalam sehingga ketika dia sedang
mengerahkan tenaga, keringat mengalir lewat keriput-keriput
itu hingga ke dada. Rambutnya tipis dan tubuhnya ramping,
tapi otot-otot di lengannya begitu nyata seakan dipahat dari
batu.
Pernah, ketika Ove masih sangat kecil, dia diperbolehkan
ikut kedua orangtuanya ke pesta besar bersama teman-teman
ayahnya dari jawatan kereta api. Setelah ayahnya menenggak
habis beberapa botol bir, beberapa tamu lain menantang
lelaki itu untuk mengikuti kompetisi panco. Ove belum
pernah melihat orang-orang yang seperti raksasa ini duduk
mengangkangi bangku di seberangnya. Beberapa di antara
mereka tampak seakan berbobot dua ratus kilogram. Ayahnya
mengalahkan mereka semua. Ketika mereka pulang malam
itu, ayahnya merangkul bahu Ove dan berkata: “Ove, hanya
bajingan yang menganggap ukuran dan kekuatan adalah hal
yang sama. Ingat itu.” Dan Ove tidak pernah melupakannya.
Ayahnya tidak pernah melayangkan pukulan. Tidak
terhadap Ove maupun orang lain. Ove punya teman-teman
sekelas yang datang ke sekolah dengan mata menghitam atau
52