Page 72 - A Man Called Ove
P. 72
Fredrik Backman
tolol. Sebaliknya, Ove memandang makhluk di hadapannya
dengan pandangan seakan dia hanya memboroskan oksigen
saja.
Ove memperhatikan ada remaja lain di belakang remaja
itu. Yang bahkan lebih kurus dibanding remaja pertama dan
dengan sesuatu yang hitam di sekeliling matanya. Remaja
kedua menarik jaket remaja pertama dengan hati-hati dan
menggumamkan sesuatu mengenai “jangan membuat
masalah”. Rekannya menendang salju dengan marah, seakan
salju itulah yang bersalah.
“Itu sepeda pacarku,” gumamnya, pada akhirnya.
Dia mengucapkan kalimat itu dengan pasrah, alih-alih
membangkang. Sepatu olahraganya kebesaran dan celana jins-
nya kekecilan, pikir Ove mengamati. Jaket olahraganya ditarik
menutupi dagu untuk melindunginya dari udara dingin.
Wajah tirus berbulunya dipenuhi komedo dan rambutnya
tampak seakan seseorang baru saja menyelamatkannya dari
tenggelam dalam tong dengan menarik rambutnya.
“Kalau begitu, pacarmu tinggal di mana?”
Dengan susah payah, seakan baru saja disuntik penenang,
makhluk itu menunjuk dengan seluruh lengannya ke arah
rumah di ujung jauh jalanan rumah Ove. Tempat para komunis
yang mendesakkan reformasi pemilahan sampah tinggal
bersama anak-anak perempuan mereka. Ove mengangguk
waspada.
“Kalau begitu, pacarmu bisa mengambil sepedanya
di gudang sepeda,” kata Ove, sambil mengetuk-ngetuk
plang yang melarang sepeda ditinggalkan di area itu secara
67