Page 75 - A Man Called Ove
P. 75

A Man Called Ove

                Ove sedang berada lima belas meter dari kotak pos
            rusaknya, ketika melihat si Ilalang Pirang. Mulanya, dia
            sama sekali tidak bisa memahami yang sedang dilakukan
            perempuan itu. Si Ilalang Pirang bergoyang-goyang di atas
            tumit sepatunya di jalan setapak, sambil menunjuk-nunjuk
            fasad rumah Ove dengan histeris.

                Makhluk mungil yang menyalak itu—yang lebih mirip
            anjing kampung dibanding anjing layak—dan yang telah
            mengencingi batu-batu hampar rumah Ove, berlarian di
            sekeliling kaki perempuan itu.
                Si Ilalang meneriakkan sesuatu begitu keras hingga
            kacamata hitamnya meluncur dari ujung hidung. Si anjing
            kampung menyalak semakin keras. Jadi, gadis tua itu akhirnya
            kehilangan kewarasannya, pikir Ove sambil berdiri dengan
            waspada, beberapa meter di belakang Si Ilalang. Saat itulah,
            dia baru menyadari bahwa sesungguhnya perempuan itu
            tidak sedang menunjuk-nunjuk rumah Ove. Dia sedang
            melemparkan batu-batu. Dan dia tidak sedang melempari
            rumah Ove. Dia sedang melempari si kucing.

                Hewan itu duduk meringkuk di pojok, jauh di belakang
            gudang Ove. Ada bercak-bercak kecil darah pada bulunya,
            atau pada apa yang tersisa dari bulunya. Anjing kampung
            memamerkan gigi; si kucing membalas dengan desisan.
                “Jangan mendesis pada Prince!” teriak Si Ilalang
            sambil memungut batu lagi dari petak bunga Ove, lalu
            melemparkannya pada si kucing. Si kucing melompat
            menghindar; batu itu menumbuk birai jendela.





                                       70
   70   71   72   73   74   75   76   77   78   79   80