Page 13 - Bidadari-Bidadari Surga-TereLiye
P. 13

www.rajaebookgratis.com





               mm, lensa dengan kemampuan merekam tahi lalat di pipi soseorang dari jarak seratus meter,
               telepon genggam satelit yang ada disaku celana gunungnya mendadak berdengking-dengking.
                   Kedua temannya menoleh.
               "Ssst!"  Menyeringai  mengingatkan.  Mana  boleh  bersuara  saat  mereka  mengamati  burung.
               Lihatlah, meski jarak mereka nyaris lima puluh meter dengan sarang alap-alap kawah, induk
               burung itu mendadak menoleh. Terganggu.
                   Yashinta nyengir, maaf, buru-buru meraih HP-nya.
                   Yang  berdengking  adalah  HP  satelit  urusan  keluarga,  yang  selalu  ia  bawa  kemanapun
               pergi. Tiba-tiba jantung gadis itu berdetak lebih kencang. Dari siapa? Ah-bukan, bukan itu
               pertanyaan tepatnya, tapi ada  apa?  Apa  yang terjadi? S-M-S? Itu  pasti Mamak. Bukankah
               Mamak tidak pernah menggunakan HP-nya?   Tidak  pernah  terbiasa?   Yang  lain  pasti
               selalu menelepon. Kenapa pagi ini tiba-tiba Mamak mengirimkan SMS? Sedikit terburu-buru
               Yashinta menekan tombol oke.
                   Terbata membaca pesan 203 karakter tersebut.
                   Seketika,  hilang  sudah  senyum  riang  itu.  Seketika  hilang  sudah  wajah  menggemaskan
               kemerahan  terbakar  cahaya  matahari  pagi  di  puncak  Semeru  itu.  Yashinta  dengan  tangan
               bergetar  menurunkan  kamera  canggih  SLR-nya.  Menelan  ludah,  menyeka  dahi,  lantas
               berbisik lemah,
               "Aku harus pulang! Aku harus pulang!"
                   Senyap.  Gumpalan  kabut  yang  membungkus  puncak  Semeru  mendadak  membungkus
               sepi.  Yashinta  sudah  bergegas  turun  dari  tubir  kawah.  Sambil  jalan,  sembarangan
               memasukkan  peralatan  ke  dalam  ransel.  Tidak  peduli  tatapan  terperangah  dua  temannya.
               Tidak peduli dua ekor Peregrin lainnya dengan anggun terbang mendekat ke sarang di batu
               cokelat.  Tidak  peduli.  Apalagi  pemandangan  hebat  dari  puncak  gunung  tertinggi  di  Pulau
               Jawa itu. Yashinta berlarian menuruni  lereng  terjal. Pulang.
                   Ia harus segera pulang!
                   Itu  pasti  Kak  Laisa!  Itu  pasti  Kak  Laisa!  Yashinta  menyeka  matanya  yang  mendadak
               basah,  sambil  terisak  menangis,  meluncur  menuruni  cadas  bebatuan  secepat  kakinya  bisa.
               Bergegas....

               5
               AKU HARUS PULANG, SEKARANG!
               "ADUH,  Intan lagi sibuk, Mi!" Gadis kecil itu menyeringai sebal. Merasa terganggu.
               "Intan harus pulang, sayang...."
               "Kan bisa tunggu bentar, lagi tanggung, Bentar lagi juga bel!"
               "Sekarang,  Intan!  Tadi  Ummi  sudah  bicara  sama  Headmaster  Miss  Elly!  Intan  boleh  ijin
               selama diperlukan— "
               "Yee, Ummi, Intan kan lagi ngurus Safe The Planet! Mana lagi seru-serunya. Besok kan Intan
               mau  keliling  bawa-bawa  gelang  karet  ke  Pasar  Induk  bareng  teman-teman....  Mana  boleh
               Intan ijin sekolah...."
               Gadis kecil yang gigi atasnya sedang tanggal satu itu malas memberesi tas, penggaris, crayon,
               kertas gambar, buku-buku, pensil di atas mejanya. Sengaja melakukannya pelan-pelan.
                   Teman-teman kelasnya sibuk menoleh, menonton.
                   Dalimunte yang berdiri di belakang, tersenyum mengangguk. Berusaha membuat nyaman
               teman-teman Intan, meski apa daya ekspresi mukanya jadi terlihat aneh. Mereka baru saja
               tiba di sekolah alam itu. Menjemput putri mereka persis di tengah pelajaran melukis—favorit
               Intan. Rusuh sejenak bicara dengan kepala sekolah. Menjelaskan. Headmaster Miss Elly yang
               apa daya nge-fans berat sama Profesor Dalimunte, jangankan soal sepenting ini, soal Intan
               pilek sedikit saja langsung boleh ijin tiga hari, mengangguk. Tidak masalah.
               "Memangnya kita mau kemana sih, Mi? Mendadak benar!"
   8   9   10   11   12   13   14   15   16   17   18