Page 14 - Bidadari-Bidadari Surga-TereLiye
P. 14

www.rajaebookgratis.com





                   Gadis kecil berumur sembilan tahun itu memasukkan crayon biru terakhirnya ke dalam
               tas.  Menoleh  ke  wajah  Ummi  yang  seperti  tidak  sabaran  ikut  membantu  berberes-beres.
               Padahal sejak setahun terakhir mana pernah coba Ummi bantu-bantu beres kamarnya, Intan
               kan sudah besar, bisa sendiri.
               "Perkebunan strawberry!" Dalimunte yang menjawab, pendek.
               "EYANG LAINURI?" Mata hitam gadis kecil itu membulat.
                   Dalimunte mengangguk, mengusap lehernya.
               "HORE!!" Intan mendadak malah semangat menyeret tas sekolahnya yang berat itu. Wajah
               malasnya tadi langsung sirna. Ia malah tidak perlu ditunggu lagi, langsung maju ke depan.
               Membawa kanvas lukisnya. Pamitan ke Miss Ani, guru kelas 5-nya (dua tahun terakhir Intan
               loncat  kelas  dua  kali).  Lantas,  tanpa  diminta  memimpin  berjalan  di  depan  Dalimunte  dan
               Ummi sambil melambaikan tangan ke teman-temannya.
               "Eh, sebentar-"
               "Apa sayang?" Langkah Ummi ikut terhenti.
               "Gelang  karetnya  kelupaan!  Intan  kan  mesti  bawa  gelang  karet  buat  Eyang!  Biar  paman-
               paman yang ngurus kebun bisa pake gelang, biar mereka pakai dua gelang setiap tangannya!"
               Ia nyengir, tertawa kecil, senang atas idenya.
                   Berhenti sejenak.
                   Mendekati teman-temannya yang masih sibuk menonton.
                   Dalimunte  untuk  ke  sekian  kalinya  melirik  jam  di  pergelangan  tangan.  Mendesah.
               Semoga belum terlambat.

               "Come on, why nan avete due posti per noi? Any flight, questo e molto importante!"
               Wajah Ikanuri terlihat memelas.
                   Dulu Ikanuri jagonya soal menipu orang lain dengan wajah sok memelas. Kak Laisa yang
               suka  mengejar-ngejarnya dengan  sapu  lidi, berkali-kali tertipu soal  ini. Sok  memelas sakit
               (malas sekolah). Sok memelas sakit (malas bantu Mamak Lainuri). Sok memelas sakit (malas
               ngurus kebun). Sakitnya si bisa macam-macam. Sakit kaki-lah. Sakit tangan. Bisul. Bahkan
               panu pun bisa jadi alasan Ikanuri.
               "Mi displace, tutti i voli dall'italia sono pieni da una settimana fa! Questa settimana c'e la
               finale di Champions League!. Maaf, penerbangan kemanapun dari Italia sudah penuh sejak
               seminggu lalu! Minggu ini final Liga Champion, Senior! Seluruh jadwal penerbangan penuh
               dari Roma!"
               "Ayolah! Bagaimana mungkin kalian tidak punya dua kursi untuk kami? Di kelas apapun.
               Penerbangan apapun. Ini penting sekali! Dua tiket saja!"
               "Senior tidak mengeri. Ini final Liga Champion—"
               "Solo due biglietti?"
               "Questa e la finale di Calcio—"
               "Sepak bola sialan! Kenapa pula semua orang sibuk menonton 22 orang berebut satu bola!
               Kenapa mereka tidak dikasih 22 bola juga saja!"
               Ikanuri  memotong  kalimat  gadis  itu,  meremas  rambutnya.  Memaki.  Teringat  kaos  bola
               titipan putrinya.
                   Ini  juga  gaya  favorit  Ikanuri  waktu  kecil  dulu  kalau  menipu  guru  di  kelas  (ketahuan
               bolos).  Atau  ketahuan  mencuri  uang  di  kelpeh  plastik  Mamak  Lainuri.  Sok  bego  tidak
               mengerti.  Ah,  tapi  sekarang  ekspresi  itu  benar-benar  jujur.  Lagipula  sejak  puluhan  tahun
               silam, Ikanuri sudah insyaf. Kapok. Mengerti benar maksud Kak Laisa yang suka berteriak,
               'kerja keras!', 'kerja keras!', 'kerja keras!'
               "Bisa tolong cek jadwal penerbangan maskapai lainnya, please?"
   9   10   11   12   13   14   15   16   17   18   19