Page 85 - Bidadari-Bidadari Surga-TereLiye
P. 85

www.rajaebookgratis.com





               Kak Laisa tertawa,
               "Apalagi  yang  harus  aku  pikirkan,  Dali?  Bukankah  kehidupan  di  lembah  ini  hanya
               sesederhana itu?"
               Dalimunte terdiam. Mengusap wajahnya. Dia keliru. Sungguh keliru.
                   Bahkan  Kak  Laisa  sedikitpun  tidak  pernah  memikirkan  dirinya  sendiri.  Apalagi
               memikirkan tentang sebutan gadis tua yang disandangnya, pernikahan. Ya Allah, Kak Laisa
               memang  seringan  itu  menanggapi  segala  keterbatasan  hidupnya.  Bagi  Kak  Laisa,  adik-
               adiknya jauh lebih penting.
                   Pertanyaan  itu,  pertanyaan  yang selalu dia  ingin sampaikan, ternyata sederhana sekali
               jawabannya. Kak Laisa tidak pernah sekalipun berkeberatan dengan takdir kehidupannya.

               28
               ROMANTISME STRAWBERRY
               PEMBICARAAN dini hari itu membuat perubahan besar.
                   Akhirnya  setelah  menatap  begitu  lama  wajah  Kak  Laisa  yang  tersenyum  amat  tulus,
               Dalimunte memutuskan untuk menikah. Maka rusuhlah perkebunan sepagi itu. "Keluarga Cie
               Hui sudah berangkat ke kota provinsi. Mereka berangkat ke China hari ini juga —"
               Itu  jawaban  dari  seberang  telepon  saat  Dalimunte  bertanya  ke  kediaman  Cie  Hui  di  kota
               kecamatan. Panik sudah.
                   Ikanuri  dan  Wibisana  yang  masih  menguap  diteriaki  agar  segera  menyiapkan  mobil.
               Yashinta  bergegas  menyiapkan  segala  sesuatu.  Mereka  harus  segera  menyusul.  Hari  itu,
               teknologi telepon genggam belum ada. Jadi tidak ada cara untuk mengontak Cie Hui yang
               sedang menuju bandara. Celaka. Urusan ini benar-benar celaka, jika sampai Cie Hui menaiki
               pesawat  yang  membawanya  ke  ibukota,  lantas  terus  menuju  ke  China,  maka  berakhirlah
               semuanya. Pusara yang sama juga akan tertanam dalam- dalam di hati Dalimunte.
               Yashinta berteriak-teriak menyuruh Ikanuri lebih cepat lagi.
               "Cepat,  Kak.  Lebih  cepat.  Katanya  nih  mobil  sudah  dimodifikasi  macam  mobil  balap.  Ini
               mah siput saja lebih cepat!"
               Mereka  sudah  tertinggal  empat  jam  di  belakang.  Ikanuri  yang  sialnya  masih  mengenakan
               sarung  mengeluarkan  gumam  tak  jelas.  Tersinggung  dengan  teriakan  Yashinta.  Berlima
               mereka  memadati  mobil  modifikasi  bengkel  Ikanuri  dan  Wibisana  tersebut.  Mamak
               menunggu di rumah.
               Rumah keluarga Cie Hui di kota kecamatan kosong.
               "Maaf,  Nak  Dali,  justru  Nona  Cie  Hui  yang  memaksa  agar  perjodohan  itu  segera
               dilangsungkan. Memaksa mereka berangkat segera dini hari tadi...."
               Pembantu rumah Cie Hui menjelaskan terbata-bata, ikut merasa sedih. Dalimunte mengeluh
               tertahan.  Dia  sungguh  telah  membuat  kesalahan  besar.  Rasa  putus  asa  yang  besar  karena
               menunggu bertahun-tahun itu berubah menjadi kebencian sekarang,
                   Sekarang Wibisana yang mengemudikan mobil. Dari tadi Ikanuri gatal  menjitak kepala
               Yashinta yang berisik protes. Melesat menuju kota provinsi. Melewati hampir tiga ratus kilo
               perjalanan. Kota-kota kabupaten. Kota-kota kecamatan Pedesaan. Hutan-hutan lebat. Semak-
               belukar.  Pohon  bambu.  Perkebunan  kelapa  sawit.  Perkebunan  karet.  Padang  rumput
               meranggas.  Naik  turun  lembah.  Melingkari  bukit  barisan,  Sungai-sungai  yang  meliuk.
               Persawahan. Menyaksikan monyet yang berani  bergelantungan di tepi-tepi hutan. Satu dua
               babi liar yang nekad menyeberangi jalan aspal.
                   Itu semua sebenarnya pemandangan  yang  menarik, sayang tidak untuk  situasi  saat  ini.
               Kak Laisa yang duduk di belakang, di tengah-tengah Yashinta dan Ikanuri malah sepanjang
               jalan  sibuk  memisahkan  tangan-tangan  mereka  (yang  sibuk  bertengkar).    Dalimunte
               mengusap  wajahnya berkali-kali. Tegang.
   80   81   82   83   84   85   86   87   88   89   90