Page 90 - Bidadari-Bidadari Surga-TereLiye
P. 90

www.rajaebookgratis.com





               selepas memeriksa seluruh status peralatan pukul sepuluh malam, Wak Laisa baik-baik saja.
               Semua fungsi tubuhnyn terkendali. Intan hanya menguap sok mengerti, sementara Juwita dan
               Delima sudah jatuh tertidur. Digendong Ummi masing-masing ke kamar besar di lantai dua.
                   Cie Hui menyerahkan tiga mukena kecil. Ketiga gadis kecil itu sudah kembali dari kamar
               mandi.  Wudhu.  Biasanya  setiap  jadwal  pulang,  paling  susah  membangunkan  Juwita  dan
               Delima.  Mereka  selalu  saja  pura-pura  tidur,  menaruh  bantal  di  kepala,  bergelung  dibalik
               selimut, dan trik macam Abi nya dulu. Tapi pagi ini mereka bangun tepat waktu seperti yang
               lain. Menurut saat diajak Intan ke kamar mandi. Dan tidak banyak bicara saat mengenakan
               mukena  (tidak  jahil  saling  tarik,  berisik).  Wajah-wajah  basah.  Shalat  shubuh.  Dalimunte,
               Mamak Lainuri, dan yang lain sudah duduk menunggu.
                   Shubuh  yang  menyenangkan.  Udara  pagi  terasa  sejuk.  Di  surau  entahlah  siapa  yang
               sedang mengumandangkan adzan. Tidak ada lagi suara keras Wak Burhan. Sudah sejak lama
               pula penduduk kampung dan anak-anak tidak perlu lagi membawa obor ke surau.
               "Ummi, Wak Laisa shalatnya gimana?"
               Juwita bertanya pelan sambil melipat mukena, selesai shalat. Kan, biasanya Wak Laisa ikut
               mereka,  berjejer di  sebelah Eyang. Biasanya  juga selepas shalat Wak Laisa suka  bercerita
               tentang  sahabat-sahabat  Nabi.  Bercerita  apa  saja.  Sekarang  Wak  Laisa  kan  sakit  parah?
               Shalatnya pasti susah.
               "Wak Laisa shalat sambil berbaring, sayang."
               " Emangnya boleh, ya?"
               Juwita  melipat  dahi.  Jasmine  mengangguk.  Meski  kemudian  pelan  menghela  nafas.  Tentu
               Juwita sedikit kesulitan bagaimana membayangkan shalat seperti itu. Dan akan lebih susah
               lagi membayangkan  bagaimana sulitnya Kak Laisa shalat dengan kondisi tubuh yang amat
               menyedihkan. Dibalut infus dan belasan belalai plastik.
                   Tetapi  mereka  benar-benar  terkejut,  saat  beranjak  ke  kamar  perawatan  Wak  Laisa.
               Lihatlah,  Wak  Laisa  ternyata  shalat  sambil  duduk.  Bersandarkan  bantal-bantal.  Wajah  itu
               pucat, terlihat lemah, dan sedikit gemetar, tapi matanya. Matanya terlihat begitu damai.
                   Wak Laisa shalat shubuh sambil duduk.
                   Selepas kejadian malam itu, Dalimunte tidak patah arang meski perjodohan dengan kakak
               kelasnya gagal total. Kak Laisa meski sekali dua bilang, Dali tidak perlu memaksakan diri
               mencarikan  jodoh  buatnya,  mengalah.  Membiarkan  Dalimuinte  yang  justru  semakin  hari
               semakin terlihat semangat,
               "Kakak sendiri yang bilang jodoh itu di tangan tangan Alloh. Hanya soal waktu. Jadi biarkan
               Dali terus berusaha. Semoga akhimya jodoh kakak datang." Kak Laisa hanya mengangguk.
                   Namun sepertinya semua upaya Dalimunte akan sia-sia. Kali ini Dalimunte memutuskan
               untuk tidak mengajak yang bersangkutan ke Lembah Lahambay sebelum memastikan banyak
               hal.  Dalimunte      memulainya  dengan  mencari  seseorang  yang  dia  pikir  cukup  baik  dan
               memadai untut Kak Laisa. Menjelaskan Kak Laisa dengan baik dan lengkap Memperlihaikan
               foto.  Terhenti.  Proses  itu  diulang  lagi.  Mencari  seseorang  yang  dia  pikir  cukup  baik  dan
               memadai  untuk  Kak  Laisa.  Menjelaskan  siapa  sebenarnya  Kak  Laisa  dengan  baik  dan
               lengkap. Memperlihatkan foto. Terhenti. Mencari seseorang yang dia pikir cukup baik dan
               memadai untuk Kak Laisa...
               Enam bulan berlalu. Tetap sia-sia. Belum ada hasil Proses itu selalu terhenti.
                   Enam bulan berlalu lagi.
                   Sekarang giliran Yashinta yang lulus dari kuliah S1-nya. Kabar baik berikutnya di lembah
               indah mereka. Siang itu Mamak Lainuri, Dalimunte, Cie Hui, Ikanuri, dan Wibisana duduk di
               kursi  baris  terdepan.    Berjejer.  Menatap  bangga  Yashinta  yang  begitu  cantik  dengan  toga
               wisudanya.  Hari  itu  resmi  sudah  menjadi  harinya  Yashinta.  Ia  lulus  dengan  predikat
               cumlaude, terbaik. Menjadi wakil wisudawan saat memberikan sambutan.
   85   86   87   88   89   90   91   92   93   94   95