Page 91 - Bidadari-Bidadari Surga-TereLiye
P. 91

www.rajaebookgratis.com





               "Untuk Mamak, yang setiap malam berdoa buat Yash dan kami.... Yang doanya mungkin saja
               telah membuat langit diaduk-aduk...." Gadis cantik itu mulai tersendat, ia tiba di penghujung
               sambutannya,
               "Untuk Kak Dalimunte yang selalu menjadi teladan, mengajarkan proses belajar, mengajar,
               mengajarkan tentang ketekunan.... Untuk Kak Ikanuri dan Kak Wibisana yang meski nakal,
               selalu dimarahi Mamak, namun memberikan pemahaman ke Yash tentang menjalani hidup
               dengan rileks dengan indah"  Gadis itu tertawa, menyeka matanya.
               "Dan... dan..." Yashinta terdiam. Tersendat
               Dalimunte yang tahu kalimat apa yang akan disampaikan Yashinta sekarang, menggenggam
               tangan Kak Laisa yang duduk di sebelahnya. Menatap wajah Kak Laisa yang juga menangis
               tertahan melihat Yashinta berdiri di panggung  Wisuda.
               "Dan  untuk  Kak  Laisa...."  Yashinta  terbata,  "Untuk  Kak  Laisa  yang  telah  mengorbankan
               seluruh hidupnya demi kami... Yang selalu mengajarkan makna kata bekerja keras, bekerja
               keras....  Yang  demi  Yash,  demi  Kak  Dalimunte,  demi  kami  semua...  dulu  memutuskan
               berhenti  sekolah....  Untuk  Kak  Laisa  yang  selalu  menepati  janji...  tidak  perah  datang
               terlambat buat kami.... Kami, kami tidak akan pernah melihat Kak Laisa berdiri di sini, tapi
               bagi kami, Kak Laisa-lah yang selalu berdiri di sini...."
                   Aula  besar  itu    lengang.    Tidak  ada    yang    tahu  siapa  sesungguhnya  Kak  Laisa.  Apa
               perannya datam cerita yang  disebutkan Yashinta. Tapi ucapan itu amat tulus, dari hati yang
               menjadi  saksi  langsung  atas  masa  lalu  tersebut.  Maka  sempurna  sudah  kalimat  Yashinta
               membuat  yang  lain  tersentuh.  Menggantung  di  langit-langit  ruang  wisuda.  Kak  Laisa
               mengusap pipinya yang basah.
               "Terima kasih.... Terima kasih karena Kak Lais dulu telah mengajak Yash melihat lima anak
               berang-berang  itu....  Sungguh...."  Dan  Yashinta  tidak  kuasa  lagi  melanjutkan  kalimatnya.
               Melangkah turun. Sedikit berlari menuju kursi Mamak dan Kak Laisa. Memeluk Kak Laisa
               dan Mamak erat-erat. Menciumi rambut gimbal Kak Lais.
                   Berang-berang  itu  selalu  penting  baginya.  Enam  bulan  kenudian,  Yashinta  akan
               melanjutkan studi S2-nya di Eropa. Ia mendapatkan beasiswa penelitian konservasi ekologi,
               bahkan  beasiswa  itu  ditawarkan  saat  Yashinta  masih  menulis  tugas  akhir  kuliah  Sl-nya.
               Kecintaannya atas alam tumbuh subur sejak melihat anak berang-berang tersebut. Dan sejak
               kecil Yashinta sudah belajar dari guru terbaiknya soal mengenal alam.
               "Kalau dulu kita yang mengajak Yash ngelihat anak harimau di Gunung Kendeng, pasti tadi
               juga disebut-sebut, Ikanuri nyengir, tertawa kecil melihat Yashinta yang masih mememeluk
               Kak Laisa.
               "Yap!  Bisa  jadi  lebih  lebih  mengharu  biru  dari  ini  kalimat-kalimatnya.  Harimau  ini,  kan.
               Lebih keren dibanding berang-berang."
               Wibisana menimpali, dengan wajah sok serius Mengangguk-anguk.
               Dalimunte menyikut dua sigung yang tidak kecil lagi itu. Tapi Mamak dan Kak Laisa ikut
               tertawa.
                   Benar-benar terlupakan masa-masa delapan belas tahun silam. Hari ini, Yashinta bukan
               gadis kecil berkepang umur enam tahun lagi. Saat ini umurnya sudah dua puluh empat, dan
               Yashim tumbuh menjadi gadis yang cantik menawan. Lihatlah, lepas prosesi wisuda itu, ada
               banyak sekali teman lelaki Yashin yang pura-pura mengajak foto bersama,
               "Buat kenangan terakhir, Yash!" atau seruan ragu-ragu dari wajah merah mereka,
               "Ah-ya, boleh aku minta nomor teleponmu?" Yashinta hanya melotot.
                   Saat  itu  tidak  ada  yang  tahu,  kalau  bertahun-tahun  terakhir  Yashinta  amat  membenci
               kelakuan teman lelakinya sibuk mencari perhatian. Apakah mereka akan tetap sibuk mencari
               perhatian  jika wajah dan  fisiknya seperti  Kak Laisa? Omong-kosong. Mereka tidak  benar-
               benar menyukai dirinya.
   86   87   88   89   90   91   92   93   94   95   96