Page 86 - Bidadari-Bidadari Surga-TereLiye
P. 86

www.rajaebookgratis.com





                   Sial, dua puluh kilometer menjelang kota provinsi, ban mobil meletus.
               "Ya  ampun,  bagaimana  mungkin  Kak  Ikanuri  dan  Wibisana  bisa  bikin  mobil  balap  kalau
               hasil  modifikasinya  hanya  begini?"  Yashinta  mengeluh  setengah  kecewa,  setengah  sebal.
               Ikanuri sekarang benar-benar menjitak kepala Yashinta. Terpaksalah perjalanan itu terhenti
               hampir setengah jam tintuk mengganti ban.
                   Dan saat mereka akhirnya tiba di bandara, mereka benar-benar terlambat. Bertanya rusuh
               tentang  jadwal  penerbangan.  Memaksa  masuk  pintu  check-in.  Dua  petugas  yang  menjaga
               pintu  pemeriksaan  terlihat  bingung  menghadapi  seruan-seruan  memaksa  Yashinta.  Wajah
               mengeras  Ikanuri  dan  Wibisana.  Wajah  tegang  memohon  Dalimunte.  Berhasil.  Kak  Laisa
               seperti  biasa dengan tatapan  mata, akhirnya  berhasil  mcmbujuk  petugas. Berlarian  menuju
               ruang tunggu bandara.
                   Tapi mereka tiba di bandara sudah amat terlambat. Dalimunte masih sempat melihat Cie
               Hui bersama Koh Acan dan istrinya berjalan di balik kaca tebal menuju garbarata prsawat.
               Berteriak memanggil. Percuma. Kaca itu kedap suara. Memukul-mukulnya. Sia-sia. Cie Hui
               sudah masuk kedalam garbarata. Kali ini Kak Laisa tidak berhasil memaksa petugas pintu
               boarding mengijinkan mereka menerobos masuk ke landasan pacu bandara. Itu prosedur yang
               tidak bisa dilanggar dengan alasan apapun.
                   Dalimunte  menatap  kosong  pesawat  yang  mulai  berputar  menuju  runaway.  Bersiap
               berangkat.  Lima  menit,  Pesawat  itu  menderu  lepas  landas.  Menuju  langit  yang  membiru.
               Menyisakan lengang di balik kaca tebal ruang tunggu. Yashinta tertunduk, menyeka ujung-
               ujung  matanya.  Ikanuri  dan  Wibisana  bergumam  kecewa.  Kak  Laisa  mendekap  sedih
               pinggang Dalimunte.
                   Lima belas menit hening. Dalimunte tetap menatap kosong langit. Mereka tidak akan bisa
               mengejar Cie Hui lagi. Jadwal penerbangan ke ibukota hanya ada satu kali dalam sehari. Dia
               juga  tidak  tahu  nomor  telepon  ke  sana.  Memberitahukan  kalau  dia  sudah  bisa  mengambil
               keputusan.  Memberitahukan  kalau  dia  bersedia  menikah.  Urusan  ini  ternyata  berakhir
               menyedihkan.
                   Kak  Laisa  membimbing  Dalimunte.  Beranjak  pulang.  Semua  ini  terasa  menyakitkan.
               Sesak. Mereka berjalan beriringan melewati pintu masuk menuju ruang tunggu. Kembali ke
               perkebunan strawberry.... Sungguh sesak rasanya. Mata Dalimunte berkaca-kaca....
               "Da-li—" Suara itu memanggil tertahan.
               Dalimunte mengangkat kepalanya. Kak Laisa ikut menoleh.
               "Da-li—" Itu suara Cie Hui.
               Gadis  keturunan  itu  berlari  keluar  dari  garbarata.  Dalam  gerakan  lambat  sepersejuta  detik
               yang amat mengharukan.
               Cie Hui berseru. Menangis. Melompat memeluk Dalimunte.
               "Cie—" Dali seketika kehabisan kata-kata.
               "Ia amat  menyukaimu, Nak"  Koh Acan, ayah Cie Hui  ikut  melangkah  mendekat, melepas
               topi putih kupluk di kepalanya. Muslim keturunan itu  menghela nafas panjang, "Kau tahu,
               meski tadi pagi ia sendiri yang meminta perjodohan itu dipercepat, tapi ta tidak kuasa untuk
               melangkahkan  kakinya  ke  dalam  pesawat.  Tidak  kuasa....  Hanya  berbisik  berkali-kali  di
               dalam  garbarata,  'Dali  akan  menyusul,  Dali  akan  menyusul,  Papa'....  Berdiri  mematung  di
               depan pintu pesawat.... Tidak bisa melakukannya. Ia sungguh amat menyukaimu, Nak!"
                   Dalimunte  dan  Cie  Hui  sudah  berpelukan,  seolah  dunia  milik  berdua.  Tidak  peduli
               sekitar. Menangis. Kak Laisa tersenyum lebar.
                   Inilah romantisme yang (selalu) diceritakan moderator cerewet di konvensi internasional
               itu,  juga  konvensi-konvensi  lainnya.  Di  majalah-majalah.  Di  koran-koran  yang  banyak
               menulis tentang Profesor Dalimunte.
               Inilah romantisme Strawberry cinta Dalimunte dan Cie Hui.
   81   82   83   84   85   86   87   88   89   90   91