Page 81 - Bidadari-Bidadari Surga-TereLiye
P. 81

www.rajaebookgratis.com





               lainnya.
               Menelan ludah. Benar-benar terdiam.
                   Juwita dan Delima  malah takut-takut  melangkah  masuk. Menatap sekitar penuh  tanda-
               tanya.  Aduh,  kenapa  jadi  begini?  Kalau  begini  mana  ada  coba  acara  keliling  perkebunan
               pakai  sepeda  BMX.  Balapan  dengan  Wawak  Laisa?  Lupa  dengan  pertengkaran  mereka
               barusan. Siapa yang lebih dulu menyalami Wak Laisa?
               Wak Laisa sedang tidur.
                   Jatuh tertidur saat Dalimunte menceritakan penelitian Elektromagnetik Antar Galaksi satu
               jam  lalu.  Ia  awalnya  berusaha  mendengarkan  dengan  sungguh-sungguh,  berusaha  untuk
               mengerti apa yang sedang dijelaskan Dalimunte, tapi fisiknya semakin lemah, konsentrasinya
               menghilang, Laisa akhirnya jatuh tertidur.
                   Sementara  Cie  Hui  memijat  kaki  Mamak  yang  juga  rebahan  di  kursi  panjang  dekat
               ranjang. Mamak juga lelah setelah hampir seminggu senantiasa terjaga menemani Kak Laisa.
               Intan  masih  duduk  di  atas  ranjang,  sebelah  Wak  Laisa.  Menatap  wajah  wawak-nya  yang
               meski pucat pasi, begitu tenang dalam tidumya.
                   Dalimunte  menyalami  Jasmine  dan  Wulan.  Menyilahkan  mereka  mendekat  ke  ranjang
               besar  tersebut.    Bang  Jogar  menyuruh    beberapa      pemuda  tanggung  membawa  plastik
               tambahan  masuk.  Dokter  memeriksa  ulang  panel  panel  peralatan.  Suster  menyiapkan
               beberapa suntikan dan obat.
               "Apakah  Kak  Lais  akan  baik-baik  saja?"  Wulan  sambll  mendekap  kepala  Juwita  (yang
               mendadak alim) bertanya lirih.
               "Aku tidak tahu—" Dalimunte menelan ludah.
               "Apakah Kak Lais akan baik-baik saja?" Jasmine mengulang pertanyaan serupa. Lebih lirih.
               Menggigit bibir.
               Dalimunte menggeleng.
               Hening sejenak.
               "Ikanuri dan Wibisana sudah di Paris, tadi sempat telepon—"
                   Dalimunte mengangguk. Memberikan kursi.
                   Sementara  Intan  pelan  melambaikan  tangannya  ke  Juwita  dan  Delima  agar  mendekat,
               duduk  bertiga  di  atas  ranjang  besar  Wak  Laisa.  Ketiga  gadis  kecil  itu,  malam  ini  untuk
               pertama  kalinya  rukun.  Mana  pernah  coba  Intan  mau  memberikan  posisi  duduk  ke  adik-
               adiknya, selama ini yang ada juga Intan galak mengusir mereka jauh-jauh!

               26
               MELINTAS

               WAKTU BERLALU. Dan urusan Dalimunte-Cie Hui berubah serius sekali. Jika Dalimunte
               bisa keukeuh bertahan menunggu Kak Laisa menikah bertahun-tahun lagi, tapi ada yang tidak
               bisa. Cie Hui.
                   Enam  bulan  selepas  syukuran  syukuran  Ikanuri  dan  Wibisana,  Cie  Hui  datang  ke
               perkebunan  strawberry  sambil  menangis.  Bersimpuh  di  pangkuan  Mamak  dan  Kak  Laisa.
               Perjodohan. Keluarga Cie Hui di kota kecamatan memutuskan untuk menjodohkan Cie Hui
               dengan kerabat mereka di China.
               Benar-benar rusuh perkebunan itu.
               "Aku sudah bilang,  Kak Lais.... Aku sudah bilang ke Dalimunte.  Tapi,  tapi  ia   tetap  tidak
               bisa  mengambil keputusan...."
               Gadis manis berkerudung lembut itu menangis di pangkuan Kak Laisa.
               "Ayah memaksaku menikah segera. Kak Lais tahu, di keluarga kami tidak ada anak gadis
               yang belum menikah hingga usiaku. Ayah memaksaku memilih.... Jika Dalimunte tidak ingin
               menikah denganku.... Jika Dalimunte tidak—" Cie Hui terisak mengadu.
   76   77   78   79   80   81   82   83   84   85   86