Page 76 - Bidadari-Bidadari Surga-TereLiye
P. 76

www.rajaebookgratis.com





                   Apakah Kak Laisa pernah jatuh-cinta sepertinya?
                   Kesadaran  itu  mencungkil  berbagai  potongan  dialog  yang  dulu  dianggap  Dalimunte
               biasa-biasa saja. Berbagai percakapan tetangga. Amat tidak lazim, Kak Laisa yang sekarang
               sudah berumur dua puluh tiga tahun tapi belum menikah. Di lembah itu, rata-rata anak gadis
               menikah di usia delapan belas. Mamak dulu juga menikah di umur segitu. Tetapi Kak Laisa
               sudah dua puluh tiga, dan nampaknya belum ada tanda-tanda akan segara menikah.
                   Gadis tua. Itu istilah yang disematkan ke perempuan yang lepas dua puluh belum juga
               menikah  di  Lembah  Lahambay.  Dalimunte  menatap  lamat-lamat  punggung  Kak  Laisa.
               Hamparan  kebun  strawberry  itu  lengang.  Beberapa  pekerja  sibuk  mengurus  batang-batang
               strawberry  Beberapa  menyusun  polybag  baru.  Memasukkan  pupuk  kandang.  Menyiapkan
               bibit. Gadis tua. Itulah isi percakapan tetangga selama ini. Dalimunte menelan ludah. Apakah
               Kak Laisa pernah jatuh cinta sepertinya? Apakah Kak Laisa tidak terganggu dengan bisik-
               bisik itu?
                   Inilah sebenarnya urusan paling pelik  yang  menyergap  hubungan  mengesankan kakak-
               adik di lembah indah itu. Gadis tua.

               23
               JANGAN HINA KAKAKU
               "KAK LAIS bilang aku bisa sekolah di mana saja. Aku tidak mau sekolah di sini. TIDAK
               MAU!" Yashinta merajuk. Matanya melotot.
               Laisa mencengkeram lengannya. Bersitatap satu sama
               "YASH TIDAK MAU SEKOLAH DI SINI!"
               Laisa tidak mengendurkan cengkeramarmya.
               "Yash tidak mau sekolah di sini... Yash mohon, jangan paksa Yash..."
               Yashinta mulai menangis. Tertunduk.
                   Laisa menelan ludah. Lembut menatap wajah adiknya.
                   Ia  baru  saja  mengantar  Yashinta  mendaftar  sekolah  di  kota  kecamatan.  Setahun  lagi
               berlalu.  Sekarang  giliran  Yashinta.  Tadi  semangat  sekali  berangkat  menumpang  truk
               angkutan strawberry. Semangat melihat hamparan luas halaman sekolah lanjutan pertama itu.
               Di  sini  pula  Ikanuri  dan  Wibisana  sekolah.  Kelas  tiga.  Sedangkan  Dalimunte  sudah
               melanjutkan sekolah di kota provinsi. Meski tidak juara, lomba karya ilmiah, itu memberikan
               kesempatan meneruskan sekolah di sekolah lanjutan atas terbaik kota provinsi. Beasiswa.
               "Yashinta marah dengan orang di dalam tadi?" Yashinta diam, Menggigit bibimya.
               "Yash marah?"
               Yashinta  mengangguk.  Pelan.  Bagaimanalah  ia  tidak  akan  marah.  Ketika  formulir
               pendaftarannya akan ditandatangani Kak Laisa, petugas itu kasar menegur,
               "Harus orang tua atau wali murid yang menandatangani, bukan pembantu yang mengantar—"
               "Ia kakakku—" Yashinta yang menjawab.
               "Bagaimana mungkin ia kakakmu?" Petugas itu menatap keheranan.
               Lihatlah, Yashinta yang bongsor sejengkal lebih tinggi dibanding Kak Laisa. Apalagi wajah
               Yashinta yang amat manis. Dibandingkan dengan adiknya, Kak Laisa memang lebih mirip
               seseorang yang disuruh mengantar.
               "Ia  kakakku—"  Yashinta  menjawab  ketus,  tersinggung  dengan  tatapan  petugas.  Meski
               umurnya  baru  dua  belas  tahun,  Yashinta  mengerti  benar  soal  beginian.  Soal  tatapan  mata
               seperti ini. Kalimat-kalimat seperti ini. Ia berkali-kali mengalaminya.
               "Kakakmu? Kalian sungguh berbeda. Ia lebih pend... Baiklah-"
                   Maka  Yashinta  merajuk,  berlari  ke  luar  ruangan  pendaftaran.  Melempar  formulir
               pendaftarannya. Tidak. Tidak ada yang boleh menghina kakaknya. Ia tidak akan sekolah di
               sini. la bisa sekolah di mana saja ia mau, tapi bukan di sini.
   71   72   73   74   75   76   77   78   79   80   81