Page 75 - Bidadari-Bidadari Surga-TereLiye
P. 75

www.rajaebookgratis.com





                   Tubuhnya  bongsor,  sekarang  lebih  tinggi  dibandingkan  Kak  Laisa.  Yashinta  tumbuh
               menjadi  gadis  kecil  yang  amat  manis.  Rambut  panjangnya  dikuncir  rapi.  Kulitnya  kuning
               langsat.  Ia  terlihat  amat  berbeda  di  rumah  panggung  yang  mulai  diperbaiki  di  sana  sini.
               Sementara Mamak rambutnya sudah mulai beruban. Kulit Mamak legam seperti Kak Laisa,
               karena terpanggang matahari saat mengurus kebun strawberry.
                   Tiga tahun berlalu, hari itu Mamak, Kak Laisa bersama-sama yang lain berangkat ke kota
               provinsi. Melihat Dalimunte mengikuti lomba karya ilmiah. Gedung serba guna universitas
               kota  provinsi  itu  ramai  oleh  pengunjung.  Dipadati  oleh  berbagai  peralatan  hasil  rakitan.
               Ikanuri  dan  Wibisana  entah  dari  tadi  pagi  menghilang  kemanalah.  Yashinta  menggandeng
               Mamak, beserta Kak Laisa berjalan mengelilingi gedung. Melihat satu demi satu stand yang
               dipenuhi peralatan peserta lomba.
                   Mereka berdiri lama di depan rakitan Dalimunte. Kak Laisa mengerjap-ngerjap terpesona,
               "Bisakah kau menjelaskan ini sebenarnya apa, Dali?"
               Dalimunte  tersenyum,  Kak  Laisa  selalu  peduli  dengan  apa  yang  dikerjakannya.  Selalu
               bertanya. Ingin tahu,  meski kadang tidak terlalu  mengerti apa  yang  sebenarnya Dalimunte
               jelaskan.  Yashinta  dan  Mamak  berdiri  mendekat.  Ikut  mendengarkan.  Tapi  sebelum  Dali
               sempat  menjelaskannya,  Ikanuri  dan  Wibisana  mendadak  masuk  ke  dalam  stand.  Berseru
               sambil  menarik kuncir rambut  Yashinta. Tangan Yashinta  yang  berusaha  memukul tangan
               jahil  Ikanuri  malah  menghantam  rakitan  Dalimunte.  Pyar!  Rakitan  alat  fermentasi  buah
               strawberry itu roboh seketika. Berserakan.
               "IKANURI, WIBISANA, bisa nggak sih kalian sehari saja tidak nakal?"
               Kak Laisa mendesis marah.
                   Wajah-wajah pengunjung  lainnya tertoleh. Ingin  tahu keributan   yang   sedang  terjadi.
               Dalimunte  pias  melihat rakitannya roboh. Berusaha membenahi. Dibantu Yashinta setelah
               mengaduh kaget dan menimpuk Ikanuri dan Wibisana dengan gumpalan tisu.
                   Seorang gadis remaja tanggung dari kerumunan pengunjung ikut jongkok. Ikut membantu
               membenahi serakan logam dan kayu. Seketika  muka Dalimunte yang pias memerah. Amat
               merah.
               "Cie Hui? Kau... kau juga datang?" Berkata terbata.
                   Gadis tanggung  berbilang enam  belas tahun  itu tersenyum  manis.  Wajah  keturunannya
               juga merekah merah, tersipu, mengangguk. Dan Dalimunte sontak kehabisan kata. Cie Hui
               teman sekelasnya di kota kecamatan. Lihatlah, Dalimunte seperti anak-anak lain, tidak peduli
               sepintar apapun dia, tetap tumbuh menjadi remaja tanggung dengan segala dunianya. Setahun
               terakhir, Dalimunte mulai merasakan cinta monyet itu. Dengan segala perasaan-perasaan itu.
                   Kerusakan  akibat  kenakalan  Ikanuri  dan  Wibisana  tidak  berakibat  fatal.  Rakitan
               Dalimunte toh sudah selesai dinilai. Ia kalah sebelas poin dari juara ketiga (yang berasal dari
               sekolah  lanjutan atas). Tapi  sepanjang perjalanan  pulang, Ikanuri dan  Wibisana  yang  jahil
               terus  menggodanya  soal  Cie  Hui.  Dasar  Dalimunte,  semakin  digoda,  semakin  terbukalah
               semuanya.  Mukanya  merah  padam.  Berkali-kali  berusaha  menghindar.  Percuma.  Bahkan
               Yashinta yang selama ini tidak pernah jahil, ikut-ikutan nyeletuk,
               "Emangnya  kakak sudah boleh pacaran, ya?" Membuat Mamak ikut tertawa.
               "Apa  kau  menyukainya?"  Kak  Laisa  bertanya  saat  mereko  berdua  di  kebun  strawberry
               beberapa hari kemudian.
               Muka Dalimunte langsung merah padam.
               "Kakak  hanya  memastikan,  kau  tidak  perlu  menjawabnya"  Kak  Laisa  tersenyum  simpul.
               Meneruskan memotong ranting-ranting batang strawberry yang menguning.
                   Hari-hari itu Dalimunte menyadari sesuatu. Dia memang menyukai Cie Hui sejak pertama
               kali  mengenalnya.  Cinta  pertamanya.  Tapi  kesadaran  itu  mendatangkan  pemahaman  yang
               lebih besar, lebih penting: Kak Laisa.
   70   71   72   73   74   75   76   77   78   79   80