Page 70 - Bidadari-Bidadari Surga-TereLiye
P. 70

www.rajaebookgratis.com





                   Tapi lebih banyak lagi yang dipelajari Kak Laisa.
                   Selepas  mahasiswa  KKN  itu  pulang  ke  kota  provinsi,  Laisa  membujuk  Mamak  untuk
               mulai menanam strawberry di kebun mereka. Laisa nyaris menghabiskan satu minggu untuk
               membujuk Mamak.
               "Aku  tidak  akan  membiarkan  Dalimunte,  Ikanuri,  Wibisana,  dan  Yashinta  putus  sekolah
               karena  mengganti  tanaman  di  kebun,  Mak.  Aku  tahu,  kalau  aku  gagal,  mereka  bisa  putus
               sekolah  kehabisan  bayaran,  tapi  sungguh  aku  tidak  ingin  itu  terjadi....  Aku  ingin
               melakukannya, karena justru dengan  beginilah kita akhirnya berkesempatan memiliki uang
               yang cukup  buat  sekolah Dali di kota kecamatan tahun depan.... Lais  mohon,  ijinkan Lais
               menanam buah itu."
               Kak Lais, menyeka wajahnya yang berkeringat, menggenggam lengan Mamak. Meyakinkan.
               "Kita  tidak  pernah  menanamnya,  Lais...."  Mamak  menatap  lamat-lamat  wajah  sulungnya.
               Menghela nafas pelan. Ia selalu yakin dengan Laisa.
               Tetapi menanam strawberry di lembah ini? Bahkan Mamak baru kali itu mendengar ada buah
               yang bernama strawberry.
               "Laisa  sudah  mencatatnya,  lihat,  Mak!  Kakak-kakak  itu  bilang  banyak  hal.  Lihat.  Laisa
               bahkan menggambar banyak petunjuk dari kakak-kakak mahasiswa..."
               Laisa memperlihatkan buku tulis butut sisa sekolahnya tujuh tahun silam.
               Tulisan-tulisan yang jelek dan kecil. Ilustrasi-ilustrasi seadanya.
                   Tidak  susah  menyiapkan  polybag,  bibit-bibit,  hingga  menjualnya  ke  kota  kecamatan.
               Kata  kakak-kakak  itu,  buah  strawberry  mahal  sekali  di  supermarket  kota  provinsi,  harus
               didatangkan  dari  negara  lain  pula.  Lembah  mereka  cocok  untuk  menanam  strawberry.
               Iklimnya tepat. Suhunya tepat. Ketinggiannya baik. Dan tanahnya subur. Laisa berbinar-binar
               memperllihatkan angka-angka. Perhitungan keuntungan yang lebih besar dibanding menanam
               jagung,  atau  padi.  Tubuh  Laisa  yang  hanya  setinggi  dada  Mamak  terlihat  bergerak-gerak
               antusias.
                   Maka, karena Mamak tak kuasa melarang Laisa, separuh kebun akhirnya ditanami dengan
               strawberry setelah panen jagung berikutnya. Keputusan besar. Dan amat beresiko. Dalimunte
               tidak banyak berkomentar. Ikanuri dan Wibisana nyengir, sepertinya lebih mudah mengurus
               polybag-polybag  ini  daripada  menyiangi  gulma  setiap  hari,  bukan?  Hanya  Yashinta  yang
               berseru-seru  riang,  melihat  gambar-gambar  buah  strawberry  sepertinya  buah  merah  ranum
               mereka akan lucu-lucu.
                   Tetapi Laisa keliru. Tidak mudah. Sungguh tidak mudah.
                   Meski  ia  memiliki  pengetahuan  bagaimana  menanam  strawberry,  namun  mengurus
               ratusan  polybag  bukan  pekerjaan  gampang.  Delapan  bulan  berlalu,  kebun  strawberry  itu
               gagal total. Separuh batangnya mati oleh musim penghujan, terendam. Separuh lagi buahnya
               busuk  saat  diangkut  ke  kota  kecamatan  untuk  dibawa  ke  kota  provinsi.  Itu  terjadi  saat
               Dalimunte  menjelang  ujian  akhir.  Kabut  buram  menggantung  di  mata  Kak  Laisa.
               Bagaimanalah?  Aduh,  situasi  jadi  amat  muram.  Meski  Mamak  sekalipun  tidak
               menyalahkannya,  Kak  Laisa  belakangan  lebih  banyak  menghabiskan  waktu  memandangi
               separuh kebun yang dipenuhi polybag hitam. Kosong dengan batang strawberry yang layu.
                   Panen jagung sisa setengah lahan mereka juga ternyata buruk.
                   Gerimis  membasuh  lembah.  Laisa  berdiri  mematung.  Sendirian  di  tepi  ladang.  Tubuh
               gempal  dan pendek  itu  basah. Senja  membungkus  ladang.  Langit  mulai gelap,  lembayung
               jingga  tenggelam  di  balik  Gunung  Kendeng.  Satu  dua  burung  layang-layang  terbang
               menerobos bilur air hujan. Melenguh. yang justru menambah senyap suasana.
               "Mamak menyuruh Kakak pulang."
               Laisa menoleh. Dalimunte melangkah mendekat. Amat pelan. Tertunduk.
               Lantas sedikit ragu-ragu menyerahknn daun pisang. Laisa menggeleng.
               Sudah basah. Biarkan saja.
   65   66   67   68   69   70   71   72   73   74   75