Page 74 - Bidadari-Bidadari Surga-TereLiye
P. 74

www.rajaebookgratis.com





               Dalimunte beranjak mendekat ke ranjang Kak Laisa.
               "Kau, kau sungguh adik yang amat membanggakan...."
               Kak  Laisa  menatap Dalimunte  lamat-lamat. Tersenyum. Bercak darah  mengalir  lagi. Intan
               lembut menghapusnya.
               "Lihatlah....  Siapa  yang  paling  pandai  di  keluarga  kita?  Siapa  yang  paling  pintar?  Kau,
               Dalimunte. Babak pasti  bangga padamu. Dan kau, kau selalu  menepati  janjimu.... Belajar,
               bekerja keras, bersungguh-sungguh." Kak Laisa mengenggam lengan
               "Kau punya istri yang cantik. Anak yang manis dan juga pandai seperti ayahnya. Semua itu.
               Semua itu seharusnya membuat kau tersenyum, Dali. Bukan menangis seperti ini— "
               Kak Laisa tertawa kecil, lantas terbatuk.
               "....Itu semua karena Kakak... itu semua sungguh karena kakak." Dalimunte mengusap ujung-
               ujung matanya.
               Kak Laisa tersenyum tulus. Terus menggenggam lengan Dalimunte dengan sisa-sisa tenaga,
               "Maukah kau menceritakan penelitian terbarumu pada Kakak? Biar Kakak mendengarkan...
               Yang tentang apa?—"
                   Kak Laisa terbatuk.
                   Bersitatap satu sama lain. Lima belas detik.
                   Dalimunte mengangguk perlahan. Pelan menarik nafas. Berusaha mengendalikan emosi.
               Bahkan  dalam  kondisi  yang  menyedihkan,  Kak  Laisa  tetap  tidak  berubah.  Selalu  ingin
               mendengar  apa  yang  sedang  dikerjakannya.  Apa  yang  sedang  dilakukannya.  Cie  Hui,
               membantu Mamak kembali duduk di kursi. Intan beringsut naik ke atas ranjang besar. Biar
               lebih leluasa membersihkan setiap kali bercak darah keluar dari bibir.
                   Meski Kak Laisa tidak mengerti, karena semakin ke sini apa yang dikerjakan Dalimunte
               semakin  rumit  baginya.  Meski  Kak  Laisa  tidak  paham  sedikitpun,  tapi  ia  selalu  ingin
               mendengar  apa  yang  sedang  dilakukan  Dalimunte.  Menatap  wajah  Dalimunte  yang  selalu
               antusias menjelaskan penelitiannya. Penuh penghargaan.
                   Tetap sama seperti dua puluh tahun silam.
                   Masa-masa ketika akhirnya Dalimunte menyadari satu hal.
                   Kak Laisa yang semakin tertinggal di belakang.

               22
               GADIS TUA
               TIGA TAHUN berlalu sejak panen pertama kebun strawberry yang sukses besar. Luas kebun
               itu mekar menjadi lima kali lipat. Mamak dan Kak Laisa dengan keleluasaan uang yang ada
               mulai membeli lahan-lahan di dekat kebun mereka. Mulai memperkerjakan remaja tanggung
               tetangga rumah untuk merawat batang-batang strwaberry. Wak Burhan dan tetangga lainnya,
               satu dua juga mulai menanami kebun mereka dengan strawberry, mencoba peruntungan, tapi
               mereka tidak setelaten Kak Laisa.
                   Tiga tahun berlalu sejak panen pertama. Usia Kak Laisa dua puluh tiga tahun. Dalimunte
               tujuh belas, menjelang ujian akhir di sekolah lanjutan pertamanya. Beranjak melewati masa-
               masa remaja tanggung. Dan seperti halnya remaja tanggung, Dalimunte mulai mengenal kata
               cinta dan  romantisme. Serba tanggung. Ikanuri dan  Wibisana  juga  beranjak remaja,  sudah
               sekolah di kota kecamatan. Kelas satu. Umur mereka empat belas. Prospek sekolah di kota
               kecamatan benar-benar membuat perangai Ikanuri dan Wibisana berubah banyak. Itu artinya
               mereka bisa naik starwagoon setiap hari tanpa perlu diteriaki Mamak lagi. Dan yang lebih
               penting, tidak perlu disuruh-suruh kerja di kebun karena mereka baru pulang saat starwagoon
               itu kembali ke lembah menjelang senja.
                   Sementara Yashinta sudah menjejak kelas enam sekolah dasar.
   69   70   71   72   73   74   75   76   77   78   79