Page 111 - Bisikan Ombak - by Suci Harjono
P. 111
Budi geram melihat orang-orang yang menebang pohon. Mereka
seperti tidak mau tahu manfaat pohon yang berdiri kokoh di tepi pantai.
Daun pohon wenang atau biasa di sebut juga dengan pohon benang
yang lebar-lebar bisa menambah keindahan pantai. Sementara kulit
batang pohon ini bisa dipakai untuk mencelup pukat penangkap ikan
supaya lebih kuat dan tahan lama. Keberadaan pohon-pohon di pantai
juga bisa mengurangi panas dan tempat berteduh bagi nelayan.
“Hei, berhenti. “ teriak Budi sambil berlari mendekat.
“BERHENTII…” Untuk kedua kalinya Budi berteriak karena kedua
penebang pohon tidak mendengarkan teriakannya, mesin itu tidak juga
berhenti meraung menebas batang pohon berkali-kali. Suara bising
mesin penebang pohon membuat suara Budi tidak terdengar.
“BERHENTI!” Suara keras Budi membuat kedua penebang
pohon menghentikan kegiatannya. Mereka saling berpandangan. Tidak
mengerti. Sambil mengelap peluh, menunggu Budi mendekat.
“Siapa yang meminta kalian menebang pohon wenang, heh?”
tanya Budi marah.
Kedua penebang saling berpandangan.
“Ini pohon yang ditanam nelayan. Tak seorangpun boleh menebangnya.”
Budi memeriksa pohon wenang yang sudah berlubang seperempat
pohon. Diambilnya patahan batang dari tebangan kapak dan di lempar
dengan kesal.
“Ehm, torang hanya orang suruhan. “ jawab lelaki bertubuh kekar
dengan kulit gelap.
“Pohon ini tidak boleh ditebang. Orangtua torang semua yang
menanam sejak dahulu.” Tegas Budi.
“Iya, Om. Tapi torang hanya di bayar untuk menebang pohon-
pohon ini.” Sahut si penebang kedua kesal. Laki-laki yang bertubuh
tinggi kurus dengan tato di tangan kanannya.
“Siapa yang membayar kalian?” Lamatenggo bertanya dengan
marah.
“Tidak tahu namanya. Kemarin ada yang datang ke rumah,
memberi uang sebagai upah untuk menebang pohon di sini. Katanya sih
semua pohon harus ditebang karena pantai akan di timbun.”
Bisikan Ombak_ Suci Harjono_sucihan03@gmail.com 111