Page 107 - Bisikan Ombak - by Suci Harjono
P. 107
nasib mereka.
“Kita harus mulai dari nol lagi. Membeli mesin, kail, jaring,
petromak….” Gumam Daud mendadak wajahnya tertunduk sedih.
Rudi bersimpati atas musibah yang dialami mertuanya.
“Pa, Rudi akan berusaha bantu. Mudah-mudahan nanti ada
rejeki untuk membeli peralatan memancing,” kata Rudi menyakinkan.
Daud memandang sedih wajah menantunya.
Rudi kembali tersenyum,” Rudi bisa cari pinjaman dari koperasi.
Nanti diangsur saja. Mudah-mudahan saat Papa pulih dan siap melaut,
semua peralatan sudah ada,” janji Rudi lagi.
Elen mengangguk ikut menyakinkan Daud. Tak ada yang
bisa membuat Daud tenang selain memastikan semua peralatan
melautnya sudah ada. Bagi Daud, lautan adalah jiwanya. Kesembuhan
Daud tergantung dari kelengkapan peralatan untuk melaut. Dengan
mengupayakan semua tersedia pada waktunya, Elen menyakini ayahnya
akan segera sembuh.
Daud tersenyum, mengangguk mengucapkan terimakasih atas
perhatian menantunya. Dia berjanji dalam hati untuk segera sembuh
dan kembali melaut.
“Ma, ada uang di lemari. Kemarin siang mendapat bayaran
mengantar tamu ke Bunaken. Lumayan bisa untuk membeli sayur
penganti ikan yang hilang,” jelas Daud.
Sutriani mengangguk, beranjak membuka lemari. Ada dua
lembar uang seratus ribuan dan dua lembar uang dua puluh ribuan.
Dengan tersenyum Sutriani mengangsurkan uang ke hadapan Daud dan
disambut suaminya dengan anggukan kepala.
Puji Tuhan, masih ada rejeki untuk keluarga kami. Setidaknya
dalam beberapa bisa membeli sayur dan lauk, batin Sutriani lega. Sore
tadi beberapa tetangganya berbaik hati mengirimkan beberapa ekor ikan
dan beberapa liter beras saat menenggok Daud. Ikatan kekeluargaan
masyarakat Malalayang sedemikian kuat. Saat ada tetangga yang
sedang kesusahan, mereka tidak segan untuk membantu. Hal tu terjadi
secara spontan. Kebaikan hati keluarga Daud mendapatkan balasan dari
tetangga mereka.***
Bisikan Ombak_ Suci Harjono_sucihan03@gmail.com 107