Page 105 - Bisikan Ombak - by Suci Harjono
P. 105
Daud sudah membuka mata, mencoba tersenyum melihat
kedatangan anak dan menantunya.
Elen tersenyum, memegang tangan Daud.
“Bagaimana keadaan Papa?” tanyanya lembut.
Daud mencoba bangun, perlahan –lahan. Saat Elen membantunya,
ditepiskan tangan Elen. Daud tidak mau kelihatan lemah dan sakit. Ada
rasa ngilu di sekujur tubuhnya, tetapi Daud memaksakan untuk tetap
bangun.
“Papa tiduran saja,” cegah Elen saat melihat ayahnya kelihatan
menahan rasa sakit.
Daud mengelengkan kepala. Ia duduk setengah berbaring. Elen
membantunya mengambilkan gelas teh yang segera diteguknya.
“Sudah lama kau Elen? Mana anak-anak?” tanyanya sambil
melihat kearah Rudi.
“Keluar sama Yossi, Pa.”
“Papa baik ?” Rudi mendekati mertuanya.
Daud mengangguk tidak nyakin. Ada rasa capek dan ngilu, tetapi
ia menyakinkan dirinya kalau baik saja.
“Papa hebat bisa pulang sendiri dengan selamat,” kata Rudi
melihat Daud dengan penuh perhatian.
“Yah, kita beruntung bisa sampai di rumah.” Gumam Daud
lirih. Pandangan matanya menerawang melihat langit-langit kamar.
Daud mencoba mengumpulkan kembali kepingan peristiwa yang
baru dialaminya.”Ketika berangkat mendung tebal. Sampai beberapa
waktu papa di tengah laut mendung sempat tersibak. Lumayan tidak
akan turun hujan. Saat menjaring ikan tiba-tiba awan kembali gelap.
Papa pikir sebentar hujan akan turun seperti biasa. Rasanya tidak ada
tanda-tanda badai akan datang. Papa tenang-tenang saja memancing
ikan. Entah mengapa malam itu ikan begitu mudah di ambil. Hanya
sebentar melempar kail, ikan sudah tertangkap. Papa nyakin akan
pulang membawa ikan dalam jumlah besar. Papa membayangkan akan
membayar hutang-hutang yang sudah menumpuk. Dua kali melempar
jaring juga mendapatkan ikan yang sangat banyak. Ketiting sudah hampir
penuh.
Bisikan Ombak_ Suci Harjono_sucihan03@gmail.com 105