Page 113 - Bisikan Ombak - by Suci Harjono
P. 113
Wajah Budi bersungut-sungut marah. Selama ini pohon wenang
menjadi salah satu peneduh yang dibutuhkan oleh nelayan. Bertahun-
tahun pohon rindang itu cukup menjadi pemandangan pantai yang
menyejukkan mata. Budi benar-benar kesal dengan pengembang yang
seenaknya sendiri tanpa memikirkan kepentingan nelayan.
Berita penebangan pohon dengan cepat menyebar. Dalam waktu
singkat warga Kampung Sario sudah mendengar penebangan pohon
tersebut. Beberapa orang penasaran dan melihat langsung ke pantai.
Hampir semua orang jengkel dengan peristiwa tersebut.
Kelompok nelayan sorenya tanpa direncana berkumpul di
pinggir pantai. Beberapa orang tampak emosi dan ingin mendatangi
pengembang secara langsung untuk minta pertanggungjawaban. Yang
lain marah tetapi tidak setuju kalau mendatangi pengembang. Mereka
tidak mempunyai bukti kalau penebangan di dalangi oleh pengembang.
Jantry mengusulkan untuk melaporkan penebangan pohon kepada
pihak Dinas Kelautan agar menegur langsung pihak pengembang.
Marcel tidak setuju karena pesimis dengan sikap Dinas Kelautan. Apalagi
mengingat sikap Dinas yang terkesan mencari aman saja. Beragam usulan
dibeberkan dengan berbagai alasan yang menguatkan. Setelah berdebat
cukup lama, mereka memutuskan secara bergantian akan memantau
keadaan pantai secara lebih intensif. Mereka tidak mau kecolongan lagi.
Harus selalu waspada agar tidak ada lagi peristiwa penebangan pohon.
**
Kekompakan nelayan untuk menolak penimbunan pantai
tidak berjalan lancar. Pada awalnya semua nelayan satu komando dan
dengan mudah dikumpulkan untuk membicarakan rencana-rencana
dalam mengalang dukungan. Tidak ada satupun nelayan yang setuju
dengan ulah pengembang. Hampir setiap hari nelayan berkumpul untuk
mengawasi pantai dari penimbunan, melakukan rapat resmi atau hanya
sekedar berkumpul. Semua nelayan satu hati dan satu kata. Tak ada
satupun yang merasa keberatan dengan keputusan yang telah diambil
bersama.
Bisikan Ombak_ Suci Harjono_sucihan03@gmail.com 113