Page 119 - Bisikan Ombak - by Suci Harjono
P. 119
dan membuat orang berdecak kagum. Tante Mince tinggal di kota
Manado tetapi sering ke berbagai kota untuk mendandani pengantin.
Kemasyurannya sudah tersebar kemana-mana, tak heran jika banyak
yang mengunakan jasanya.
Profesi sebagai perias penganti sudah dijalankan lebih dari
sepuluh tahun yang lalu. Sudah banyak yang puas dengan hasil tangan
tante Mince. Untung saja, meskipun sudah mempunyai nama tetapi
Tante Mince masih bersedia dipanggil warga dari kelas menengah ke
bawah. Bahkan tante Mince tidak pernah pilih-pilih pelanggan. Bayaran
Tante Mince untuk keahliannya memang tergolong besar. Tetapi untuk
warga yang kurang mampu, Tante Mince membuat pengecualian. Di
beri diskon special begitu katanya sambil tertawa. Tak ayal lagi banyak
yang antri untuk merasakan keahlian tangannya. Hanya karena waktu
yang bersamaan atau sudah menerima job merias yang membuat Tante
Mince menolak tawaran warga. Beruntung Mely bisa mendapatkan
waktu Tante Mince.
“Wah, cantik sekali…” Sutriani berdecak kagum melihat
kecantikan Mely setelah di rias.
Wajah Mely yang putih bersih tambah cantik dengan hidung
mancungnya. Polesan make up serba bernuansa merah, cocok dengan
warna bajunya yang didominasi warna kuning dan merah. Pasti akan
banyak orang yang tidak mengenalinya nanti, batin Sutriani. Tangan
Tante Mely memang luar biasa.
“Ah, tante bisa saja,” Mely tersipu malu. Tetapi dengan
penasaran dia bercermin juga. Dan Mely tampak bangga ketika tahu
wajah yang terpantul di cermin memang cantik.
“Makasih Tante Mince,” kata Mely sambil memegang tangan
perias cantik itu. Campurtangan Tante Mince tidak akan bisa dilupakan
Mely.
Tante Mince tersenyum, sudah biasa dengan berbagai ucapan
terimakasih dan rasa bangga dari pelanggannya. Ada perasaan puas
saat penguna jasanya merasa puas dan bangga dengan kecantikannya
sendiri.
Bisikan Ombak_ Suci Harjono_sucihan03@gmail.com 119