Page 145 - Bisikan Ombak - by Suci Harjono
P. 145
tengadah melihat matahari yang belum bersinar terik.
“Nggak apalah. Lumayan terkena angin dan panas.” sahut Sutriani
sambil terus mengeringkan ikan.
Sutriani bersyukur saat matahari mulai meninggi. Harapannya
melambung tinggi. Semua ikannya bisa kering. Kekuatannya seakan
muncul berlipat. Dengan terus memompa semangat, Sutriani terus
membalik ikannya.
Beberapa kali Sutriani terpaksa menepi dan mengipasi badannya
yang kegerahan sambil terbatuk-batuk. Ia membutuhkan berbaring
sebentar di rumahnya sebelum kembali mengurus ikan.
Saat matahari mulai meredup sinarnya, Sutriani segera
mengumpulkan semua ikan-ikannya. Dalam keranjang besar, hampir
semua ikan kering. Kalau besok tidak ada sinar matahari, Sutriani tidak
terlalu cemas. Dengan mengangin-anginkan sejenak, semua ikannya
sudah bisa disimpan dan minggu depan bisa di jual ke toko Eli. Beberapa
lembar uang puluhan ribu akan berpindah ke tangannya. Setidaknya
Sutriani bisa membeli beras dan keperluan lainnya. Dan yang pasti ia
bisa sedikit bernafas lega karena tidak akan ada ikan yang membusuk di
rumah.
Sutriani bergegas pulang setelah semua ikan terkumpul.
Tenaganya tuanya masih mampu membawa ikan dalam keranjang.
Meskipun batuk-batuknya masih keluar, tetapi Sutriani merasa tidak ada
kendala yang berarti.
Yossi baru pulang saat Sutriani sedang menyeduh teh panas.
Tubuhnya tampak lelah dengan baju lembab. Sutriani membuatkan
teh hangat untuk Yossi. Dengan singkat Yossi menceritakan pulang
dari berkeliling bersama teman-temannya. Ada teman yang mengajak
berkunjung ke rumah guru dan temannya. Yossi sempat minta maaf
kepada ibunya karena pulang terlalu sore dan lupa memberikan kabar.
Sutriani maklum. Ia tidak mempermasalahkan Yossi. Anak bungsunya
jarang sekali bermain bersama teman-temannya. Di saat hari libur, Yossi
bahkan lebih sering di rumah membantu papanya memperbaiki jaring,
ketiting dan sesekali ikut memancing ayahnya di siang hari.
Bisikan Ombak_ Suci Harjono_sucihan03@gmail.com 145