Page 170 - RBDCNeat
P. 170
Engkau menakdirkan aku harus jatuh, tidak ada seorang pun
yang mampu mencegahnya. Aku juga tidak minta keadaan
fisikku yang seperti ini. Aku juga ingin bisa berjalan dengan
normal seperti yang lain. Namun, inilah yang Allah berikan
untukku dan aku harus menerimanya.”
“Gimana kalau perginya dibatalkan saja Neng? Kasihan Aa
Agus (yang akan mengantarku), dia belum tidur.” Ucap Mama
begitu aku sampai di kamar.
Aku hanya bisa diam. Aku hanya bisa mengadu kepada
Allah, “Ya Allah, kenapa yang lain diberikan banyak kemudahan,
tapi aku yang hanya ingin bersilaturahmi harus menghadapi
ujian-ujian seperti ini?”
Aku hanya bisa pasrah. Terserah Allah, Dia pasti tahu
yang terbaik untukku. Kalau menurut Allah kepergianku ke
Garut itu yang terbaik, Allah pasti akan memberi jalan agar
aku tetap bisa pergi. Meski terselip sedikit rasa pesimis, aku
tetap menyiapkan segala keperluan sehingga kalau memang
memungkinkan untuk pergi aku tinggal berangkat.
Pukul 05.00 pagi, Mama mengetuk pintu kamarku untuk
mengajakku sarapan. usai sarapan Mama berkata, “Neng,
kumpulnya jam berapa?”
“Jam tujuh harus sudah ada di studio MQFM.” jawabku.
“Neng, sms saja ke Ibu Yuyu. Jalur yang akan dilewatinya
lewat mana? Biar nanti Enneng nunggu di jalan saja.” Saran
Ibu kemudian.
Bahagia sekali rasanya hati ini mendengar perkataan itu
karena berarti Mama tetap mengizinkan ku untuk berangkat
134 | Roda Berputar dalam Cahaya