Page 17 - TERE LIYE
P. 17

Kak Eli menatapku beberapa saat, terlihat sekali ia jengkel
             comgagal  mengejar  Pukat  dan  Burlian,  juga  sebal  karena
             kalimatku.  Tapi  kemudian  ia  menghela  napas,  mengalah,
             melangkah cepat masuk ke ruang tengah.

             Aku nyengir senang, merasa menang berdebat dengan Kak
             Eli. Pekerjaanku, kan, tidak banyak. Itu, sih, kecil. Aku tidak
             mau pagi santai dengan gerimis nyaman seperti ini dirusak
             oleh  Kak  Eli.  Baiklah,  apa  yang  akan  aku  lakukan
             sekarang?  Aku  tersenyum,  teringat  buku  cerita  yang
             kemarin  dibawa  Paman  Unus  dari  Kota  Kabupaten.
             Sepertinya membaca buku lebih menarik.

             Aku segera terbenam, asyik membaca. Duduk di kursi kayu
             panjang  teras  rumah.  Gerimis  sudah  berhenti,  digantikan
             cahaya   matahari   pagi   yang   lembut   membasuh
             perkampungan. Dan waktu berlalu cepat tanpa terasa.

             "Amel,  kau  sudah  mengepel  lantai?"  Terdengar  seruan
             nyaring dari dapur.

             "Sudah,  Kak!"  Aku  balas  berteriak,  biar  Kak  Eli  berhenti
             teriak-teriak.


             Matahari  terus  beranjak  naik.  Suara  burung  liar  yang
             hinggap  di  pepohonan  sekitar  rumah  terdengar  merdu.
             Bersahut-sahutan.  Derik  jangkrik  dan  serangga  lain
             terdengar seperti orkestra, menyenangkan. Aku mengubah
             posisi untuk ke sekian kali, meluruskan kaki, mataku terus
             membaca buku. Dan waktu terus berlalu tanpa terasa.

             "Amel,  kau  sudah  membereskan  kamar-kamar?"  Kali  ini
             seruan Kak Eli terdengar dari samping rumah. Sepertinya ia
             sudah  selesai  mencuci  semua  peralatan  masak,  sedang



             17 | www.bacaan-indo.blogspot.com
   12   13   14   15   16   17   18   19   20   21   22