Page 128 - LITERASI-BUKU-SEBAGAI-SARANA-MENUMBUHKAN-KEPRIBADIAN-PESERTA-DIDIK-YANG-UNGGUL
P. 128

114



                 Anak-anak jalanan dapat disebut ‘tertinggal.’ Ini terbukti
            dari kurang lancarnya mereka menggunakan Bahasa Indonesia,
            terutama dalam dua aspek kemampuan berbahasa; yaitu
            membaca dan menulis. Status mereka yang putus sekolah—
            rata-rata hanya menyelesaikan beberapa tahun di SD—turut
            meneguhkan ketertinggalan mereka dalam kecakapan
            literasi yang ‘otonom’ ini (Street, 1995). Misalnya, meskipun
            mereka lancar membaca dan mampu menghafalkan dan
                   ROSDA
            menyanyikan lagu-lagu populer di jalanan, kosakata bahasa
            tulis mereka sangat terbatas. Ketidakcakapan ini menyebabkan
            mereka tidak memiliki ‘budaya sekolah’ atau ‘budaya kaum
            terdidik’ (Levinson & Holland, 2007). Kebersihan, kerapian,
            ketertiban, dan kedisiplinan, adalah fitur lain dari budaya
            sekolah. Pelatihan-pelatihan dan pemeriksaan kesehatan guna
            mempromosikan gaya hidup yang bersih dan sehat dilakukan
            untuk mentransformasi anak jalanan untuk hidup dengan
            lebih ‘baik’ dan berbudaya. Penanaman nilai-nilai ini terlihat
            dominan dalam kegiatan pendidikan yang bertujuan untuk
            mengentaskan anak dari jalanan.
                 Budaya sekolah didefinisikan sebagai perangkat norma
            dan nilai yang mendasari proses pendidikan di sekolah, yang
            menjadi dasar bagaimana siswa di sekolah harus bersikap
            dan berperilaku. Paul Willis (1977) menyatakan bahwa
            budaya sekolah mewakili ideologi kelompok mayoritas yang
            mendominasi dan memarginalkan nilai-nilai lokal kaum
            minoritas di sekolah. Pada banyak penelitian, budaya sekolah
            ini memarginalkan praktik budaya  ras Indian Amerika
            yang cenderung pasif dan pendiam di kelas (Phillips, 2009),
            dan kelompok Afrika-Amerika cenderung berbicara dengan
            logika yang dianggap ‘melompat-lompat’ sehingga tidak
   123   124   125   126   127   128   129   130   131   132   133