Page 129 - LITERASI-BUKU-SEBAGAI-SARANA-MENUMBUHKAN-KEPRIBADIAN-PESERTA-DIDIK-YANG-UNGGUL
P. 129
115
sesuai dengan kerunutan logika bahasa tulis ras berkulit
putih (Michaels, 1981). Budaya sekolah menganggap literasi
sebagai media yang mengangkat harkat kehidupan manusia
dan memampukan mereka untuk mencapai taraf kehidupan
yang lebih baik. Salah satu indikator kemampuan ini adalah
kecakapan seseorang untuk merencanakan masa depan.
Dalam budaya sekolah ini, cita-cita dapat disebut sebagai
penanda diskursus pendidikan di Indonesia. Pertama, istilah
ROSDA
‘cita-cita’ tidak memiliki padanan dalam Bahasa Inggris, yang
menandakan bahwa istilah ini berakar kuat pada norma dan
persepsi budaya masyarakat Indonesia tentang bagaimana
seseorang menata masa depannya. Kedua, ‘cita-cita’ telah
menjadi identitas, sama pentingnya dengan nama, alamat, dan
kegemaran bagi hampir kebanyakan anak Indonesia. Ketika
mereka mengisi jurnal mereka, keterangan itulah yang mereka
bubuhkan untuk menggambarkan diri mereka. Ketiga, ‘apakah
cita-citamu?’ adalah pertanyaan yang kerap ditanyakan
orang dewasa kepada anak-anak. Meskipun sering bernada
bermain-main, pertanyaan ini menyiratkan harapan orang
dewasa terhadap masa depan sang anak. Sebagaimana tersirat
dalam petuah tipikal orangtua di Indonesia, masa depan anak
tertumpu pada bagaimana ia bersungguh-sungguh belajar di
sekolah.
Muatan diskursif dalam kegiatan menulis tentang cita-cita
yang melibatkan anak jalanan tentunya menjadi topik yang
menarik untuk diamati. Apakah anak-anak ini menggunakan
agency seartikulatif para BMI di Hong Kong? Bagaimana
mereka menegosiasikan identitasnya dalam kegiatan tersebut?
Apakah makna cita-cita bagi anak-anak yang tidak lagi
memiliki minat terhadap pendidikan formal? Bagaimana