Page 134 - LITERASI-BUKU-SEBAGAI-SARANA-MENUMBUHKAN-KEPRIBADIAN-PESERTA-DIDIK-YANG-UNGGUL
P. 134

120



                 Saat itu, anak-anak belum juga menulis.
                 “Ayo, tulis! Bukunya jangan dilihat aja!”
                 Ketika beberapa anak beranjak untuk mencari tempat
            untuk menulis, kakak tutor berkata lagi, “Misalnya lagi,
            saya ingin menjadi dokter. Lalu tulis, kenapa kamu ingin
            jadi dokter? Misalnya, agar bisa menolong orang. Agar bisa
            mengobati orang. Gitu.”

                 Beberapa anak tampak berpikir. Mereka lalu mulai
                   ROSDA
            menulis sesuatu pada bukunya.
                 Proses menulis bagi anak jalanan bukanlah kegiatan
            soliter. Mereka tak sekadar berfokus pada tulisan sepanjang
            proses menyelesaikan tulisan itu. Mereka duduk, berjongkok,
            bergerombol, bahkan berdiri mengerumuni sebuah pot
            besar yang kosong dan menjadikan bibir pot tersebut meja
            bagi buku mereka. Di antara beberapa kelompok anak yang
            sedang menulis itu, suara Santi yang sedang menuntun teman-
            temannya menulis terdengar jelas.
                 “... Tulis, ‘karena saya ingin...’” Santi menanti Elis menulis,
            namun Elis terlihat ragu-ragu ketika hendak menuliskan
            kalimat yang didiktekan Santi itu. Santi tidak sabar, dan
            mengambil pensil Elis. Dia lalu menuliskan kalimatnya itu
            pada buku Elis. Elis hanya mengamati.
                 Santi tak hanya membantu Elis, tetapi juga teman-
            temannya yang lain. Pada kegiatan itu, Santi berperan sebagai
            mentor menulis. Secara aktif, ia memberikan instruksi seperti
            mendiktekan kalimat untuk ditulis (seperti pada contoh di
            atas), memberikan saran (“...Tulis jadi dokter, atau guru...”). Ia
            juga membiarkan teman-temannya mencontoh tulisannya.
   129   130   131   132   133   134   135   136   137   138   139