Page 133 - LITERASI-BUKU-SEBAGAI-SARANA-MENUMBUHKAN-KEPRIBADIAN-PESERTA-DIDIK-YANG-UNGGUL
P. 133
119
Santi: Teman dan Mentor
Santi datang ke perempatan dengan masih mengenakan
seragam putih biru. Rambut panjangnya yang diikat bentuk
ekor kuda melambai ketika dia mendekati teman-temannya
dengan tersenyum. Siang itu pukul 14.00, dia sudah
melewatkan penjelasan kakak tutor tentang tugas esai yang
akan ditulis. Teman-temannya sudah mulai duduk di trotoar,
ROSDA
atau mencari pinggiran pot besar yang bersih dan kosong
untuk meletakkan buku yang akan ditulisi. Santi mengambil
buku dan pensil dari kakak tutor, lalu duduk di sebelah Elis di
atas trotoar.
Sebelumnya, kakak tutor telah menjelaskan bahwa mereka
akan menulis ‘cita-cita.’ Menurut kakak tutor, cita-cita itu ialah:
‘nanti kalau sudah besar kamu mau jadi apa?’ Mendengar
penjelasan itu, beberapa anak mengeluh bahwa itu adalah topik
yang sulit. Kakak tutor menjelaskan bahwa seharusnya tidak
sulit.
“Gampang, kok,” jawab kakak tutor. “Tulis aja cerita.”
“Cuma nulis cerita?” Beberapa anak menimpali.
“Iya, nulis cerita. Nggak usah panjang-panjang. Nanti mau
jadi apa? Jadi apa aja boleh. Tulis, nanti mau jadi apa?”
Beberapa anak menatap lembaran bukunya yang masih
kosong.
“Misalnya,” lanjut kakak tutor, “Saya ingin menjadi guru
supaya bisa membahagiakan orang lain.”
“Saya ingin punya mobil,” celutuk seorang anak bernama
Ina, lalu tertawa sambil menutup mulut dengan bukunya.