Page 142 - LITERASI-BUKU-SEBAGAI-SARANA-MENUMBUHKAN-KEPRIBADIAN-PESERTA-DIDIK-YANG-UNGGUL
P. 142
128
Anak-anak yang bekerja di jalanan umumnya dianggap
korban eksploitasi orang tua. Selaras dengan tuduhan ini,
kehadiran ibu-ibu di perempatan jalan dimaknai mengawasi—
memastikan anak-anak mereka bekerja agar mencapai
pendapatan yang diinginkan, dan tidak bermain. Seolah
merespons anggapan ini, Elis menegaskan bahwa keinginannya
bekerja tumbuh dari kesadarannya untuk menghidupi
keluarganya.
ROSDA
Bruner (1990) menganalisis bahwa dalam proses
konstruksi identitas, seseorang mungkin menggambarkan
dirinya sebagai agen yang aktif (active agent) atau korban yang
mengalami (passive experiencer). Stereotip masyarakat selama ini
cenderung menganggap anak-anak jalanan sebagai korban, baik
dari orang dewasa—baik dalam bentuk orangtua/bos preman
yang eksploitatif—kemiskinan struktural, atau keterbatasan
akses mereka terhadap pendidikan. Menariknya, tulisan anak-
anak ini menggambarkan diri mereka sebagai pelaku yang aktif
dengan peran ‘membantu,’ ‘mengobati,’ dan ‘menghidupi.’
Hal ini konsisten dengan studi yang dilakukan Miller (1994)
tentang narasi/cerita yang dibuat oleh keluarga kelas pekerja
di Baltimore, Amerika Serikat, bahwa mereka cenderung
menggambarkan diri mereka sebagai ‘sang protagonis.’
Layaknya seorang protagonis atau tokoh dalam cerita, sang
penutur membuat garis batas yang tegas antara dirinya dengan
pihak lain yang lemah (vulnerable others). Penokohan protagonis
menjadi benang merah yang menghubungkan tulisan Idang,
Santi dan Elis. Secara detail, kesamaan pilihan kata pada tulisan
mereka tampak pada tabel berikut ini.

