Page 183 - Kelas 12 Hindu BS press
P. 183
Persepsi yang pertama tentang sebuah mantra selalu ditandai sebagai
hubungan langsung antara umat manusia dengan Deva. Mantra, diperoleh
pertama kali oleh seorang rsi. “Karenanya seorang rsi adalah yang pertama
merapalkan mantra” (Sarvanukramani). Selanjutnya mantra ditegaskan
dengan karakter matrik (irama) dihubungkan dengan karakter garis-garis
lurus berkaitan denga yantra; kenyataannya ini merujuk kepada sesuatu
yang dimiliki oleh mantra. Mantra menggambarkan dewata tertentu yang
dipuja dan dipuji; “mantra itu membicarakan dewata” (Sarvanukramani).
Selanjutnya pula, seseorang melakukan tindakan dan untuk mencapai
tujuan tertentu dengan menggunakan mantra itu.
Unsur-unsur bunyi digunakan dalam semua bahasa untuk membentuk
“ucapan suku kata” atau varna-varna yang dibatasi oleh kemampuan alat-
alat wicara manusia kecerdasan membedakannya melalui pendengaran.
Unsur-unsur ini adalah umum dalam setiap bahasa, walaupun umumnya
bahasa-bahasa itu adalah sebuah bagian dari padanya. Unsur-unsur bunyi
dari bahasa sifatnya sungguh-sungguh permanent, bebas dari evolusi atau
perkembangan bahasa, dan dapat diucapkan sebagai sesuatu yang tidak
terbatas dan abadi. Kitab-kitab Tantra melengkapi hal itu sebagai eksistensi
yang bebas dan digambarkan sebagai yang hidup, kekuatan kesadaran
bunyi, disamakan dengan Deva-Deva. Kekuatan dasar dari bunyi (mantra)
berhubungan dengan semua lingkungan dari manifestasinya. Setiap bentuk
dijangkau oleh pikiran dan indra yang seimbang dengan pola-pola bunyi
sebagai sebuah sebutan yang alami. Dasar mantra satu suku kata disebuat
sebagai bizamantra atau vizamantra (benih atau bentuk dasar dari pikiran)
Danielou, 1964: 335).
Mantra disusun dengan menggunakan aksara-aksara tertentu, diatur
sedemikian rupa sehingga menghasilkan suatu bentuk bunyi, sedang
huruf-huruf itu sebagai perlambang-perlambang dari bunyi tersebut.
Untuk menghasilkan pengaruh yang dikehendaki, mantra harus disuarakan
dengan cara yang tepat, sesuai dengan ‘svara” atau ritme, dan varna atau
bunyi. Mantra mempunyai getaran atau suara tersendiri, karena itu apabila
diterjemahkan ke dalam bahasa lain, mantra itu tidak memiliki warna yang
sama, sehingga terjemahannya itu hanya sekedar kalimat (Avalon, 1997: 85).
Mantra itu mungkin jelas dan mungkin pula tidak jelas artinya. Vijra
(vijaksara) mantra seperti misalnya Aim, Klim, Hrim, tidak mempunyai
arti dalam bahasa sehari-hari. Tetapi mereka yang sudah menerima inisiasi
mantra mengetahui bahwa artinya itu terkandung dalam perwujudnnya itu
sendiri (svarupa) yang adalah perwujudan dewata yang sedemikian itulah
mantra-Nya, dan bahwa vija mantra itu adalah dhvani yang menjadikan
Pendidikan Agama Hindu dan Budi Pekerti 173