Page 17 - Rencana & Cerita Pendek Lainnya
P. 17

ke sana, dan mewujudkan mimpi kita,” kataku dengan
               mata berkaca-kaca.

               “Sadar,  bro,  kamu  gak  bisa  terus-terusan  begini.
               Menghidupkan  kembali  semua  episode  lama  kalian,
               seolah kamu masih belum bisa ikhlas,” kata Leo.

               “Ikhlas  apaan?  Kamu  jangan  ngomong  sembarangan,
               Leo!” kataku dengan marah.

               “Aku berusaha, Leo. Tapi ini tidak sesederhana kopi dan
               teh, selera minuman yang seharusnya tidak prinsip tetapi
               selama ini bisa menyatukan kami,” bela Nanda.

               “Tuh,  kan,  aku  saja  gak  pernah  keberatan,”  kataku
               mengiyakan Nanda.

               “Gita sudah tiada, sudah dua tahun lamanya, bro. Kamu
               gak  bisa  terus  begini,  kami  semua  prihatin  dengan
               kamu,”  kata  Leo  yang  kali  ini  matanya  sudah  berkaca-
               kaca.

               Aku  tertegun  mendengar  perkataan  Leo.  Semua  kata-
               kata yang ingin kuungkapkan mendadak sirna, pikiranku
               tiba-tiba saja kosong. Aku menatap Nanda di sampingku,
               jemari tangannya sesekali bergerak menyentuh dua gelas
               iced  cappuccino  yang  saling  berdampingan;  satunya
               tinggal separuh, dan satunya lagi masih penuh.

               “Kamu  kenapa  tahu  hal-hal  yang  disukai  dan  tidak
               disukainya,  Leo?  Memangnya  dia  begitu  terbuka  sama
               kamu?” tanya Nanda.

                                                                    14
   12   13   14   15   16   17   18   19   20   21   22