Page 22 - Rencana & Cerita Pendek Lainnya
P. 22
“Hari ini sepi gak ada orang yang lewat ya, kak. Gak
seperti kemarin,” kata Dina, kembali melanjutkan
langkahnya yang lincah.
Di ujung jalan terlihat tikungan ke kanan, sedikit lagi kami
sampai di tujuan. Aku memastikan di sekeliling aman,
tidak ada orang. Bagi Dina, kehadiran orang lain seperti
surga, mendapat teman yang bisa diajaknya berbicara.
Tapi tidak bagi aku. Mereka adalah orang-orang dengan
niat tertentu. Ada yang frustasi membutuhkan
pelampiasan amarah, juga rasa lapar mereka. Tidak ada
yang bisa dipercaya. Aku memastikan tongkat besi yang
tergantung di bahuku dalam posisi yang mudah untuk
diraih jika ada apa-apa. Gedung-gedung yang kami lewati
dalam keadaan kosong, dengan jendela kaca berserakan,
sesekali angin bertiup membawa gulungan sampah
kertas atau kaleng makanan kosong, menciptakan irama
yang unik.
Sinar matahari senja yang merona kemerahan tampak
menyapa permukaan beberapa benda di sekitar kami,
menciptakan siluet hitam ramping dari tiang listrik yang
miring, onggokan rangka mobil, dan sebidang tembok
dengan tinggi sekitar satu setengah meter, yang dipenuhi
tempelan aneka poster yang kini usang, meski sepintar
beberapa hurufnya terbaca jelas; DUNIA SUDAH KIAMAT,
ada yang bertuliskan; PERCUMA SEMBUNYI DI RUMAH,
VIRUS ITU SUDAH LAMA ADA DI DALAM! – dan sederet
kalimat yang membuatku tidak nyaman membacanya.
19