Page 66 - Matinya Seorang Anak Muda di Negeri Ini & Cerita Pendek Lainnya
P. 66

“Sebentar,” kata Rendi sebelum aku melangkah masuk
               ke pintu rumah keluarga kaya yang mempekerjakannya.

               “Kenapa?” tanyaku.

               “Baumu, menyedihkan…” katanya sambil mengeluarkan
               sesuatu dari dalam tas selempang yang dikenakannya.

               Tanpa meminta pendapatku, ia menyemprotkan parfum
               dari botol kecil yang dipegangnya ke bagian dadaku, dan
               nyaris mengenai wajahku.

               “Orang  kaya  benci  dengan  bau  kita  orang  miskin.
               Berusahalah disukai mereka,” katanya.

               “Dengan  cara  berbau  wangi?”  tanyaku  dengan  wajah
               menyindir.

               “Ingat,  kamu  butuh  uangnya.  Kamu  ingin  menabung
               untuk  bisa  melanjutkan  kuliah  kan?  Juga  untuk
               membiayai  ayahmu.  Lupakan  hal-hal  lainnya.  Uang
               nomor satu,” perkataan Rendi tak bisa kutepis.

               Maka  aku  diperkenalkan  kepada  keluarga  tuan  Ardi.
               Rumah yang mereka huni ibarat istana, terlihat megah,
               dengan  aneka  pilar  putih  yang  menjulang  di  teras
               depannya,  berpadu  serasi  dengan  bonsai  raksasa  dan
               aneka bunga yang terlihat mahal mengelilinginya. Masuk
               ke  dalam,  membuatku  lebih  tercengang  lagi,  lantai
               parket berwana  coklat kemerahan  mengkilap menyatu
               dengan marmar bermotif bintik hitam dengan latar abu-
               abu  muda,  seperti  garis  pemisah  yang  menandakan

                                                                    63
   61   62   63   64   65   66   67   68   69   70   71