Page 178 - Toponim Magelang_Final
P. 178
Toponim Kota Magelang 165
kekuatan gumuk atau gunung cilik dalam dimensi spiritual. Ia bukan sekadar gundukan
tanah yang dirimbuni rerumputan atau tumbuhan lainnya. Gumuk yang ada di
Kampung Mijil diyakini ada penunggunya atau dhanyang, sehingga wajar tumpukan
tanah itu melekat dalam ingatan bersama masyarakat dan dipakai untuk penyebutan
kampung ini.
Bahkan, hidup keyakinan yang berakar dari kepercayaan leluhur dinamisme dan
animisme bahwa manusia Jawa klasik tidak mengerjakan upacara sesaji persembahan
kepada dhayang, maka bisa kuwalat dan kampung ditimpa pagebluk. Mereka serius
menjaga gumuk atau gunung. Penghormatan terhadap penunggu gumuk dengan
perayaan tradisional itu sesungguhnya merupakan rambu-rambu peringatan supaya
mereka menjaga harmoni antara manusia dengan alam, juga tidak mengeksploitasi
sumber daya alam secara berlebihan supaya ditemukan keseimbangan makrokosmos
dan mikrokosmos.
Proses ritual tradisional ini dimaknai pula sebagai ruang dialog imajiner antara penduduk
Magelang dengan dhayang. Konon, lewat acara tersebut, apabila akan terjadi bencana,
masyarakat lokal sudah diberitahu melalui perlambang. Secara tidak langsung, ritual ini
dapat merawat semangat warga bergotong royong. Lewat pertunjukan wayang kulit,
masyarakat Magelang diajarkan kawruh (pengetahuan) mengenai gunung.
Wayang pada dasarnya sebagai sarana penggambaran alam pikiran orang Jawa. Dalam
jagad pewayangan, gunungan ialah simbol dari alam semesta. Bentuknya kerucut,
mengingatkan kita pada ritus pemujaan nenek moyang, yaitu punden berundak.
Kerucut dipandang dari samping seperti segitiga menjulang tinggi, melambangkan
Trinitas, Yang Maha Tinggi. Penampang kerucut berbentuk lingkaran melambangkan
garis yang tidak berawal dan tidak berakhir, yang berarti abadi: Tuhan. Bentuk kerucut
layaknya gunung, sealur dengan pandangan magis wong Jawa bahwa terdapat puluhan
gunung berapi di Pulau Jawa yang memberi kehidupan bagi penghuninya.
Gunungan dalam pergelaran wayang kulit berfungsi sebagai tanda mulai dan tamatnya
suatu pergelaran, tanda istirahat, latar belakang suatu adegan, dan tanda pengganti
misalnya gunung. Dalam cerita Yudhakanda, sewaktu Anoman disuruh Rama berburu
daun Lata Maosadi, lantaran tak tahu bentuk daun itu, maka gunungnya yang ia
diangkat. Barangkali kita pernah memperhatikan tangan dalang begitu luwes mencabut
gunungan yang tertancap di gedebog, lalu menggerakkannya, bahkan diputar-putar. Aksi