Page 10 - e-modul bab 4 PAI
P. 10
3. Ijtihad: Sumber Pelengkap Hukum Islam
Ijtihad secara bahasa adalah “mencurahkan segala kemampuan
untuk merealisasikan sesuatu“. Pengertian ini mengandung makna
bahwa ijtihad hanya dipergunakan pada sesuatu hal di mana ada
beban berat dan kesulitan-kesulitan (Zuhaili, 1988:1037). Untuk itu,
belum dinamakan ijtihad manakala suatu proses pekerjaan tidak
mengandung unsur kesulitan dan beban berat.
Adapun menurut istilah, Imam Ghazali dalam kitabnya al-
Mustashfâ Min Ilmi al-Ushûl (jilid 2:350) mendefinisikan ijtihad
sebagai berikut:
ِ
ِ
ِ
ِ
ِ
ْ
ِ ة ِ ا م َ حَ ِ ِ ْ ْ ا ََ ِ ف ط سو ِ ِ َْ ُ ُ ل َ َ ُ ى ْ ا د ج ا
ُ َ ْ
ْ
َْ
َُ ْ ُ
“Ijtihad adalah upaya seorang mujtahid mencurahkan kemampuannya dalam
memperoleh pengetahuan tentang berbagai hukum syariah.”
Definisi di atas dapat dipahami bahwa ijtihad merupakan
aktifitas yang sungguh-sungguh dari seorang ulama dalam “menggali”
hukum yang masih bersifat global yang terdapat dalam hukum
syariah. Mengingat bahwa setiap ulama mempunyai latar belakang
dan kemampuan yang berbeda, maka potensi perbedaan hasil ijtihad
antara yang satu dengan yang lain sangat besar. Karena itu, hasil dari
setiap ijtihad adalah bersifat zhanni (dugaan kuat). Ia bersifat relatif
yang masih memungkinkan untuk dilakukan interpretasi ulang
apabila situasi dan kondisinya berubah. Dengan demikian, hasil dari
suatu ijtihad yang dilakukan oleh seorang mujtahid tidak mutlak
kebenarannya. Oleh karenanya, tidak jarang kita temukan suatu
produk ijtihad berbeda dengan produk ijtihad yang lain.
Meskipun hasil ijtihad terhadap suatu persoalan dimungkinkan
berbeda satu dengan yang lain, namun para ulama telah memberikan
rambu-rambu bagaimana ijtihad boleh dilakukan. Hal yang demikian
dimaksudkan agar kualitas dari setiap ijtihad tetap bisa diper-
tanggungjawabkan sekalipun hasilnya berbeda. Imam al-Syaukani
(1992:297-302) menandaskan bahwa seorang yang hendak berijtihad
dipersyaratkan:
a. Mampu memahami dengan baik al-Qur`an dan hadis
b. Menguasai seluruh masalah yang hukumnya telah ditunjukkan
oleh ijma‟ (kesepakatan para sahabat Nabi)
c. Menguasai bahasa Arab secara komprehensif
d. Menguasai ilmu Ushul al-Fiqh
e. Memiliki pengetahuan di bidang nasikh-mansukh (konsep
pembatalan hukum, baik yang menyangkut ayat al-Qur‟an atau
hadis Nabi)
9