Page 118 - ORASI ILMIAH PROF. DR. POPPY ANDI LOLO SH. MH.
P. 118
117
dengan berbagai cara. Dengan kata lain, tingkah laku kejahatan yang
dipelajari dalam kelompok melalui interaksi dan komunikasi. Hal ini disebut
dengan teori asosiasi diferensial 115 . Teori ini merumuskan indikator empirik
tentang adanya asosiasi diferensial didasarkan pada 3 hal, yaitu:
1. Setiap orang akan menerima dan mengikuti pola-pola perilaku yang dapat
dilaksanakan;
2. Kegagalan untuk mengikuti pola tingkah laku menimbulkan inkonsistensi
dan ketidakharmonisan;
3. Konflik budaya (conflic of cultures) merupakan prinsip dasar dalam men-
jelaskan kejahatan 116 .
Landasan teori tersebut menjadi dasar acuan kriminogen perdagangan
orang sebagai wujud akumulasi ketidakkonsistenan atau konflik yang
kontinyu dalam masyarakat. Ketiga hal tersebut yang menjadi dasar
pengembangan teori Sutherland yang dalam penelitian ini merupakan faktor
kriminogen utama munculnya perdagangan orang. Meskipun demikian,
rekaman atau asumsi teori ini juga menggunakan fakta sosial sebagai dasar
penemuan teori versi pertama Tahun 1939 dalam bukunya Principles of
Criminology. Pandangan ini memfokuskan pada konflik budaya dan
disorganisasi sosial; sebagai asosiasi diferensial yang diartikan sebagai the
contest of the patterus presented in association 117 . Berdasarkan teori ini
115 Ini berdasarkan teori sub culture oleh Nettler dalam buku Romli Atmasasmita,
Teori dan kapita Seleta Kriminologi, Adi tama, Jakarta, 2005, h. 68-69.
116 Lihat pandangan E. H. Sutherland tentang asisiasi yang berkeda menjadi causa
kejahatan dalam masyarakat, dalam buku A.S. Alam, Pengantar Kriminologi, Cet.Pertama,
2010, h. 56-57.
117 Ibid.