Page 116 - ORASI ILMIAH PROF. DR. POPPY ANDI LOLO SH. MH.
P. 116
115
kelompok lain (sub kebudayaan) seringkali tidak hanya berbeda, tetapi
berlawanan dengan norma dominan, sehingga dapat merupakan norma
kejahatan di bawah hukum. Dengan individu yang hidup dengan norma
tingkah laku subkebudayaan macam itu, merek dapat melanggar hukum dari
budaya dominan. Jika faktor budaya menjadi faktor kriminogen kejahatan,
maka faktor sosial juga memunculkan konflik. Sejarah telah mencatat
bahwa konflik sosial budaya munculnya konflik, seperti, konflik tahun 1998,
yaitu di Propinsi Maluku, Maluku Utara, Kalimantan Barat, Kalimantan
Tengah, Sulawesi Tengah, Papua, dan Aceh, sehingga lebih dari 1 juta
orang meninggal dan ada juga yang terpaksa meninggalkan tempat
tinggalnya 113 . Konflik-konflik tersebut biasanya dianggap sebagai konflik
vertikal (ketegangan antara pemerintah pusat dan penduduk setempat
seperti, yang terjadi di Aceh dan Papua) atau horizontal (ketegangan antara
kelompok masyarakat yang satu dengan yang lain), seperti yang terjadi di
Maluku, Maluku Utara, Kalimantan Barat, Kalimantan Tengah, dan Sulawesi
Tengah. Kedua jenis konflik tersebut mempunyai banyak faktor penyebab
yang mengakibatkan terjadinya kekerasan dan terusirnya penduduk dari
tempat tinggal mereka. Hasil penelitian telah membuktikan bahwa pemicu
konflik adalah kebijakan transmigrasi yang diberlakukan oleh pemerintah.
Kebijakan pemerintah ini telah mendorong penduduk untuk pindah
dari tempat asal mereka, dengan harapan dapat memperoleh penghasilan
lebih tinggi. Perpindahan penduduk yang miskin dari satu tempat ke tempat
113 Ibid.