Page 125 - ORASI ILMIAH PROF. DR. POPPY ANDI LOLO SH. MH.
P. 125

124







                        kantong  perdagangan  orang  baik  dalam  negeri  maupun  luar  negari.


                        Meskipun  beberapa  realitas  sosial  tersebut  belum  terungkap  namun

                        kencederngan modus dan praktik perrdagangan orang tersebut dapat terjadi.


                        Hanya  saja  belum  terungkap  dalam  penelitian  di  lokasi  penelitian

                        (Makassar).  Realitas  sosial  tersebut  memicu  semakin  meningkatnya


                        kejahatan perdagangan orang dalam masyarakat yang secara budaya hasil

                        dari terekonstruksinya status sosial kaum perempuan sehingga mewujudkan


                        diskriminasi  gender  dalam  membagi  peran-peran  dalam  kehidupan  sosial

                        dan dalam rumah tangga.


                               Hasil penelitian terdahulu menunjukkan bahwa eskalasi ketimpangan

                        gender dalam masyarakat cukup tinggi sehingga dalam realitasnya menjadi

                        faktor  kriminogen  perdagangan  orang.  Dalam  studi  yang  dilakukan  Badan


                        Perencanan  Pembangunan  Nasional/The  United  Nations  Children's  Fund

                        (Bappenas/Unicef)      menemukan         bahwa      kemauan       politis   untuk


                        mengimplementasikan  isu-isu  yang  berkaitan  dengan  gender  masih

                        sangat  lemah 122   sehingga  menjadi  faktor  berpotensi pendorong  munculnya


                        perdagangan  orang.  Bahkan,  akibat  stigma  ketidaksetaraan  gender

                        banyaknya  kasus  kekerasan  dalam  rumah  tangga  yang  berbagai  macam


                        bentuknya  (motif  dan  modusnya)  merupakan  isu  yang  sangat

                        membutuhkan perhatian serius dari para kriminolog. Di samping itu, dengan


                        masih  berlangsung  stigma  di  dunia  termasuk  Indonesia  bahwa  masih

                        terbentuk  stigma  bahwa  laki-laki  hanya  melihat  perempuan  sebagai  objek




                               122  Ibid.
   120   121   122   123   124   125   126   127   128   129   130