Page 137 - ORASI ILMIAH PROF. DR. POPPY ANDI LOLO SH. MH.
P. 137
136
kepentingan, dan hak asasinya. Oleh karena itu, kriminalisasi korban juga
harus dimuat secara tegas dalam hukum dan dimasukkan menjadi bagian
dari unsur delik perdagangan orang dalam Undang-Undang pidana.
Hasil analisis kriminalisasi kejahatan perdagangan orang korban
(victims) belum menjadi unsur delik yang dipersyaratkan sebagai bagian dari
pertanggung jawaban pidana. Bahkan, hasil penelitian terdahulu dalam
pelaksanaan perlindungan korban, yang diutamakan adalah perspektif
kepentingan yang dilindungi ada pada aparat dan pelaku semata. Apabila hal
ini dapat dipahami dengan baik oleh para pelindung korban, maka dapat
mengurangi adanya korban kejahatan 134 . Oleh karena itu, keberpihakan
hukum harus seimbang guna mewujudkan asas “equal justice under law” dan
“equality before the law” termasuk dalam perumusan kriminalisasi kejahatan
perdagangan orang. Bahkan, Menurut Boutelier, pelaksanaan hukum pidana
haruslah berorientasi lebih banyak kepada korban karena hukum pidana
pada budaya pasca modern sekarang ini kehilangan dasar yang
berhubungan dengan pandangan hidup. Di dalam peraturan perundang-
undangan pidana peran dan kedudukan korban belum jelas dirumuskan,
sehingga kurangnya perhatian terhadap korban 135 . Korban kejahatan
perdagangan orang, di mana kebanyakan korban perdagangan
orang adalah anak dan perempuan yang merupakan tunas, potensi, dan
kelompok strategik bagi keberlanjutan bangsa di masa depan, maka perlu
diperhatikan. Korban kejahatan yang merasa kurang mendapat perhatian
134 Lihat hasil penelitian Hj. Henny Nureni, op.cit. h. 233.
135 Ibid.