Page 334 - S Pelabuhan 15.indd
P. 334

Proteksi atas pelayaran dan perdagangan selajutnya dipegang oleh NHM,

                                     yang didirikan pada 1824.  Tahun 1830 NHM lebih banyak mengangkut hasil
                                     perekebunan ke Belanda. Pertengahan abad ke-19, 11 pelabuhan dibuka meskipun
                                     tidak dilengkapi dengan fasilitas. Sebelum KPM didirikan tahun 1888, Belanda telah
                                     memiliki SMN (didirikan tahun 1870) dan RL (berdiri tahun 1873).  Tahun 1865

                                     pemerintah kolonial menurunkan selisih bea cukai antara kapal asing dan Belanda
                                     dari 30% menjadi 6%. Pemerintah Belanda melakukan beberapa penyesuaian dalam
                                     hal pelayaran domestik untuk memenuhi permintaan Inggris dalam hal liberalisasi.


                                     Pada tahun 1816, pasca penjajahan Inggris, pemerintah kolonial mengambil alih
                                     kembali kekuasaan atas Nusantara. Pemerintah kolonial kemudian merubah fokus
                                     mereka dari maritim menjadi lebih fokus ke wilayah teritorial. Sistem perkebunan

                                     mulai diberlakukan sejak 1830 dan ini membutuhkan pengaturan transportasi laut
                                     yang baik. Bagaimanapun juga pemerintah kolonial masih mempertahankan pola
                                     pelayaran yang dibangun oleh VOC, yaitu dengan mengontrol pelabuhan-pelabuhan
                                     secara ketat. Kebijakan ketat yang dipaksakan dalam mengontrol pola perdagangan

                                     diberlakukan untuk menjaga kepentingan mereka. Seperti kapal-kapal asing hanya
                                     boleh singgah di Batavia, Semarang, dan Surabaya. Sementara untuk pelayaran
                                     domestik hanya boleh dilakukan kapal-kapal Belanda dan pribumi.


                                     Memasuki pertengahan abad ke-19, regulasi yang dibuat oleh pemerintah kolonial
                                     mulai dibuat lebih liberal. Sebagai contoh, tahun 1851 kapal asing  boleh berlayar ke
                                     pesisir. Kemudian pada 1858, kapal-kapal asing juga diizinkan melakukan pelayaran
                                     domestik, asalkan menggunakan bendera Belanda. Kelonggaran ini diberlakukan

                                     bagi kapal-kapal yang memiliki kepentingan bisnis di nusantara dan bukan politik.
                                     Pemerintah juga membagi jenis pelabuhan menjadi 4 kategori: pelabuhan bebas,
                                     pelabuhan transit (untuk pelayaran internasional), pelabuhan untuk pelayaran

                                     domestik, dan pelabuhan untuk pelayaran pribumi. Pembagian ini memungkinkan
                                     bagi kapal-kapal asing untuk mendarat di pelabuhan yang telah ditentukan.

                                     Meskipun terdapat beberapa peraturan yang mulai longgar mengenai pelayaran

                                     domestik di perairan Indonesia, Inggris dan Singapura melihat perubahan ini
                                     masih terlalu lamban. Mereka berharap agar larangan pelayaran kapal-kapal asing di
                                     pelayaran domestik dicabut. Tapi pemerintah tetap tidak bergeming. Belanda tetap
                                     membatasi kehadiran kapal-kapal asing di Nusantara. Hal ini tetap dilakukan Belanda

      322                            demi  menjaga dominasi politiknya atas pelayaran domestik.
   329   330   331   332   333   334   335   336   337   338   339