Page 338 - S Pelabuhan 15.indd
P. 338
Perkembangan arus merkantilisme di Hindia Belanda juga berimbas pada
perkembangan aktivitas pelayaran domestik. Tahun 1879, Belanda menguasai 95%
pelayaran domestik, 28,5% pada pelayaran internasional. Awal abad 19, sebagai
akibat pembukaan pelayaran domestik untuk asing, pelayaran domestik naik dari 5%
tahun 1879 menjadi 8% tahun 1909. (Sulistiyono 2003:92-97)
Indonesia diperkenalkan kapal bertenaga uap lebih dulu daripada Filipina. Tahun
1824 telah dibangun kapal uap untuk pelayaran reguler, dan KPM berperan sebagai
dominasi pelayaran reguler domestik. Dominasi pemerintah kolonial dalam pelayaran
domestik tidak hanya beralasan untuk mengamankan kepentingan ekonomi tapi
juga keamanan daerah koloni dari asing dan juga perlawanan-perlawanan pribumi.
Pemerintah juga menggunakan pelayaran domestik untuk mengintergrasikan wilayah-
wilayah dibawah Pax Nederlandica.
Pemerintah kolonial lebih sukses dalam melindungi pelayaran domestik daripada
pelayaran internasional. Pertengahan abad ke 19, pelayaran internasional mulai
tumbuh dengan dibukanya pelabuhan-pelabuhan bebas dan pelabuhan kecil untuk
perdagangan internasional. Hal ini juga mengurangi otoritas pemerintah kolonial di
Nusantara. Pelayaran internasional semakin berkembang seiring adanya liberalisasi
dan imperialisme. Berlakunya Cultuurstelsel (Sistem Tanam Paksa) juga berpengaruh
besar pada penurunan peranan Jawa dalam pelayaran internasional dibandingkan
pulau lain. Tanam Paksa dan liberalisasi perdagangan membawa keuntungan bagi
pelayaran Inggris untuk mengembangkan bisnisnya di Indonesia, terutama dalam
bisnis pelayaran internasional.
Pertengahan abad 19—menurut majalah Belanda—kondisi pelabuhan, bahkan untuk
di Jawa, tidak dihiraukan oleh pemerintah. Ini memberi kesan bahwa meskipun
pelabuhan sebagai alat untuk mengeksploitasi daerah koloni, tapi fasilitasnya
tidak diperhatikan. Hal ini dikarenakan kurangnya investasi dan perawatan pada
pelabuhan tersebut. Di beberapa pelabuhan, bongkar muat barang terjadi pada
saat air pasang (hanya pada saat musim-musim tertentu). Beberapa pelabuhan juga
mengalami kendala-kendala alam. Sayangnya, pemerintah kolonial tidak serius dalam
menanggapi hal ini.
Panarukan dan Probolinggo yang merupakan pelabuhan bagus, rusak begitu saja
karena kurang perawatan. Beda dengan pelabuhan-pelabuhan besar seperti Batavia,
326