Page 336 - S Pelabuhan 15.indd
P. 336

dimasuki kapal-kapal asing dengan izin khusus dari pemerintah, tetapi perusahaan

                                     pelayaran internasional masih tetap komplain. Masalahnya adalah karena pengurusan
                                     administrasi pelabuhan memakan waktu lama dan biaya tinggi.


                                     Dengan berkembangnya berbagai pelabuhan tersebut, pemerintah kemudian
                                     mengkategorikan pelabuhan menjadi 3, yaitu pelabuhan internasional, pelabuhan
                                     untuk perdagangan domestik tapi bisa dimasuki kapal asing dengan izin khusus,
                                     dan pelabuhan kecil yang hanya untuk perahu-perahu lokal. Pembukaan pelabuhan-

                                     pelabuhan kecil untuk pelayaran internasional, sebanyak 16 pelabuhan di Jawa dan
                                     3 diluar Jawa, menunjukkan perhatian pemerintah kolonial lebih terpusat di Jawa
                                     daripada di luar Jawa.


                                     Kesuksesan Singapura tidak hanya memicu pemerintah kolonial untuk membuka
                                     pelayaran internasional, tapi juga pelabuhan bebas. Tahun 1829 Tanjung Pinang
                                     (Riau) menjadi pelabuhan bebas, namun ia gagal menyaingi Singapura. Beberapa
                                     pelabuhan bebas kemudian dibuka lagi oleh Belanda seperti; Sambas, Pontianak,

                                     Sukadana, Lampung, Makasar, Menado, Kema, Ambon, Banda, Ternate, dan Kaili.

                                     Meskipun banyak pelabuhan dibuka oleh Belanda, namun Belanda salah dalam

                                     melihat strategi jaringan global pelayaran Inggris. Inggris menggunakan Singapura
                                     sebagai satu-satunya jalur pelayaran Inggris di Asia Tenggara yang menghubungkan
                                     pelabuhan-pelabuhan di Selat Malaka, Kalimantan Utara, Filipina, Th ailand, Indo
                                     China, Hindia Belanda,  Timur Jauh, dan Australia. Sementara itu pelabuhan-

                                     pelabuhah bebas di Nusantara mengalami kegagalan karena pelayaran dan perdagangan
                                     pulau-pulau luar Jawa lebih mengarah ke Singapura daripada ke Batavia (Jawa).


                                     Pertengahan abad ke-19, pemerintah kolonial menyadari bahwa tidak hanya
                                     mendirikan beberapa pelabuhan-pelabuhan bebas sebagai saingan Singapura, tapi juga
                                     harus membangun jaringan pelayaran. Tahun 1860, pemerintah kolonial menutup
                                     beberapa pelabuhan bebas dan mulai fokus pada penguatan jaringan pelayaran dengan

                                     Batavia dan pelabuhan utama lain (Makasar, Surabaya, Belawan) sebagai simpul-
                                     simpul pelabuhan. Melalui pelabuhan utama, perusahan kapal Belanda seperti RL
                                     dan SMN memiliki jaringan internasional. Disini terlihat jelas, bahwa pada akhir
                                     abad 19 kompetisi menjadi perang jaringan (Sulistiyono 2003, 88).




      324
   331   332   333   334   335   336   337   338   339   340   341