Page 65 - Beberapa Pemikiran Status Tanah dan Dinamikanya
P. 65
bagai hal. Sementara Pemerintah Kolonial menunjukan diri dengan
sikap nihilisme (negativisme) terhadap hukum adat.
Para perintis hukum adat, juga menyatakan bahwa hukum adat
merupakan salah satu sumber yang penting untuk memperoleh bahan-
20
bahan bagi Pembangunan Hukum Nasional menuju kepada unifikasi
hukum. Soepomo menunjukan 4 (empat) azas, pranata dan konsep
hukum adat yang yang mempunyai nilai universal. Keempat azas tersebut
adalah azas gotomg royong, azas fungsi sosial manusia dan miliknya,
azas persetujuan sebagai dasar kekuasaan umum, dan azas perwakilan
dan permusyawaratan dalam sistem pemerintahan. Sedangkan pranata
yang dimaksud, Soerojo menyebutkan bahwa pranata maro (dalam
Hukum Internasional disebut production sharing contract), pranata
panjer (dalam Hukum Internasional disebut commitment fee atau
down payment), pranata kebiasaan untuk mengijinkan tetangga tanpa
perlu meminta izin secara eksplisit terlebih dahulu (dalam hukum
internasional disebut innocent passage), pranata dol oyodan atas tanah
(yang berpadanan dalam Hukum Internasional dengan voyage charter
atau time charter), dan pranata jonggolan (yang berpadanan dengan
lien atau mortgage dalam Hukum Internasional). Dalam hal konsep,
Soerojo menyebut bahwa konsep tanah wewengkon atau tanah ulayat
yang dalam hukum internasional dikenali sebagai konsep teritorialitas
atau daerah yuridiksi. Konsep hak meminta perlindungan ke bawah
kekuasaan seseorang penguasa agar terhindar dari sanksi adat dalam
hokum internasional disebut hak asilum atau hak meminta suaka.
Hak Penguasaan Atas Tanah Dalam UUPA (HTN)
Hak-hak penguasaan atas tanah dapat berupa:
a). Lembaga hukum, kalau belum dihubungkan dengan subjek dan
objek tertentu; dan
20 Soetandyo Wignjosoebroto, (1994), Dari Hukum Kolonial Ke Hukum Nasional
Dinamika Sosial-Politik Perkembangan Hukum di Indonesia, , Jakarta, PT. Raja
Grafindo Persada,: 240-244.
50