Page 122 - qowaid
P. 122
QAWA’ID FIQHIYYAH
Berdasarkan kaidah cabang ini orang tersebut wajib
memberi ganti rugi kepada pemiliknya karena
keterpaksaan itu tidak dapat membatalkan hak orang
lain.
2) Menghilangkan barang orang lain yang dipakai saat
keadaan terpaksa. Dalam kasus ini orang yang
menghilangkan barang tersebut harus mengganti
seharga barang yang telah dihilangkan. Meskipun ia
menghilangkan barang tersebut dalam kondisi
terpaksa, bukan berarti ia lepas dari tanggungjawab
untuk menggantinya karena sesuai kaidah ini bahwa
hak milik orang lain tidak dapat dibatalkan dengan
adanya keterpaksaan.
g. Kaidah
ْ
ْ
ْ
َ
ْ
ٌةَدَسفم ضراعَت اَذِاَف حِلاصملا ىبلَج ْ نِم ىل ْ وَا ِدِساَفملاء ْ رَد
َ
َ ُ
َ َ
َ َ
ِ
َ
ِ
ْ ْ
ُ ٌ َ
ْ
اًبِل اَغ ِةَدَسفملا ُعف َد م ِدق ةَحلْصمو
َ
َ
َ َ
“Menolak kerusakan lebih diutamakan daripada menarik
maslahah dan apabila berlawanan antara yang mafsadah
dan maslahah maka yang didahulukan adalah menolak
mafsadahnya”.
Berdasarkan kaidah di atas bahwa hendaknya seseorang
lebih mengutamakan menolak kerusakan dibandingkan
meraih kemaslahatan. Itu artinya apabila dalam suatu
perkara terjadi pertentangan antara menolak kerusakan
dan mengambil kemaslahatan, maka yang lebih utama
adalah menolak kerusakan. Jadi jika kerusakan suatu
perkara itu tidak dihilangkan atau ditolak, maka
dikhawatirkan akan timbul kerusakan atau bahaya yang
lebih besar.
Contoh-contoh daripada kaidah tersebut antara lain:
1) Diharamkannya berjudi, minum-minuman yang
memabukkan meskipun di dalamnya terdapat manfaat.
Sebagaimana firman Allah surat al-Baqarah ayat 219
yang berbunyi:
ْ
ْ
ْ
ُ َ
ُ
َ ْ
امهُمثإو ِ ساَّنلِل ُعِفاَنمو ٌ رْيبَك مثإ امهْيِف ْلق .رِسْيملا و رْمخلا نَع َكَن ْ ولأْسَي
َ ُ
ِ
َ ِ
ِ
ِ ٌ ِ َ ِ
َ َ
ِ َ
َ
ْ
ْ
.امهِعفَن ْ نِم ُ رَبكَا
َ ِ
“Mereka bertanya kepadamu (wahai Muhammad)
mengenai arak dan judi. Katakanlah: Pada keduanya ada
dosa besar dan ada pula beberapa manfaat bagi
111