Page 226 - THAGA 2024
P. 226
“Eh, Nas. Kok tiba-tiba ada mendung, ya. Bentar aku lupa
cucianku.” Mataku menatap langit-langit. “Coba diem, dengerin,
bentar lagi bakal ada suara guntur.” Jemariku menekan titik
pada ibujari kakinya keras-keras.
“Aduh ..., Gal ...!” teriaknya keras. “Sakit tau. Pelan-pelan
napa. Sengaja, ya?”
“Kan, aku bilang ada yang lagi mendung. Tuh, suara
gunturnya barusan meledak.”
“Ih ....” Tubuhnya segera menghambur menghantam
tubuhku. Giginya yang rata putih mencabik otot lenganku.
Seperti biasanya sakitnya luar biasa. Aku pun segera balas
perlakuannya dengan melakukan gerakan seribu jemari untuk
menyentuh titik-titik sensitif pada tubuhnya. Tubuh kami saling
bergumul di atas lantai karpet putih corak hitam spiral yang
empuk.
Napas kami berduapun terengah-engah. Dan tubuh kami
ambruk di atas lantai. Lama mengatur napas. Mata kami saling
bersitatap. Ada kerinduan pekat di kedalaman manik mata
hitamnya. Kami saling diam dan wajah kami saling mendekat.
Napas kami memburu saling bersahutan satu sama lain.
Embusan napas kami semakin bisa kami rasakan menyentuh
kulit wajah kami masing-masing. Dan entah siapa yang
memulai, kami kembali saling serang menekan titik geli seperti
Tom and Jerry.
“Sudah, Gal. Ampun. Aku bisa ngompol nanti. Udah,
please!” Rajuknya mengibarkan bendera putih. Aku pun diam
tak lagi menyentuh titik gelinya. “Udah anter aku ke kamar
mandi. Gendong ....” rajuknya kembali dengan mengalungkan
kedua tangannya ke atas pundakku. Aku pun berdiri dan dia
pun meloncat ke atas punggungku dan melingkarkan kakinya
di perutku yang langsung aku tangkap. “Aku kangen Piggy
218 THAGA
GALGARA