Page 397 - THAGA 2024
P. 397
kendaraan. Tak ada kata perpisahan atau pun mata yang saling
menatap baik dariku maupun darinya. Kami tetap berdiam diri
hingga langkahku menapaki seberang jalan lalu mematung
seorang diri.
Aku menatap lekat-lekat kendaraan Brio RS kuning
yang pergi dengan kecepatan tinggi. Meninggalkan semua
pertanyaan yang tak perlu ditanyakan lagi. Biarlah semua
menjadi menggantung tanpa penyelesaian. Sebab bukankah
kebanyakan kisah hidup banyak yang menggantungtanpa
penyelesaian.
Kakiku berayun menuju lapak ibu-ibu berkonde dengan
pakaian mirip kebaya corak bunga warna kuning gading
dan jarik cokelat yang menjajahkan jahe hangat, lumpia dan
martabak mi. Sore ini biarlah sejenak aku duduk menikmati
senja dengan secangkir jahe hangat sembari menanti bis yang
akan membawaku kembali ke Surabaya.
Puas menikmati wedang jahe yang manis hangat serta
lumpia isi rebung. Aku melangkahkan kaki memasuki bis Mira
warna putih bersih dengan palet cokelat. Arahnya ke selatan.
Ke Jogjakarta. Ya, aku lebih baik menuju Jogjakarta, menemui
seseorang yang harusnya selalu menerimaku bertandang
meski dengan banyak luka menganga di hati.
Janti Janti, teriak kondektur bis yang membuyarkan
lamunanku tentang kejadian tak terduga beberapa hari ini. Ya,
aku akan turun di jembatan Janti yang terkenal dengan cerita
bis hantunya. Selanjutnya menuju kediaman seseorang dengan
menggunakan ojol.
Mentari sudah tenggelam sepenuhnya kala aku menyusuri
jalanan kota Jogjakarta menuju rumah kos-kosan nomer 7 di
lantai 2 daerah Samirono dekat Tugu Jogjakarta.
THAGA 389
GALGARA