Page 436 - THAGA 2024
P. 436
“ Gusti, nyuwun selamet damel Aden.” Senyum Bi Lasmi
mengembang tulus setelah mendoakanku.
Dengan setelan polo shirt merah maroon dan skinny jeans
biru serta sepatu kets abu-abu, aku berkendara menuju jantung
kota Jenggala. Sedan hitam masih setia menemaniku melibas
jalanan yang hari ini tampak lengang. Cuaca begitu terik,
menembus kaca hingga kabin kendaraan, pantas saja dijuluki
kota matahari. 45 menit lamanya waktu berkendara, sampailah
aku di dalam perumahan bercorak syariah. Di dalam bangunan
dua lantai bergaya Eropa, di situlah rumah singgah, tempat aku
menampung perempuan hamil di luar nikah.
Kedatanganku langsung disambut oleh Selin dan Davina.
Dua orang stafku yang turut mengelola lembaga yang aku
dirikan. Dalam struktur organisasi, Selin sebagai sekretaris
sedang Davina sebagai bendahara. Keduanya tim inti sekaligus
mantan pasien yang pernah aku tolong dan kini mengabdikan
diri membantuku mengelola lembaga. Penampilan keduanya
cukup kontras, Selin dengan gaya modern yang santai, sedang
Davina dengan gaya modern yang cukup tertutup.
Kami bertiga lantas segera menuju lantai dua, di mana
menjadi kantor sekaligus tempat kami melakukan transaksi-
transaksi gelap. Di sini hanya ada meja kaca hitam tempered
segi empat, kursi kerja hitam bahan baja dilapis busa poliuretana,
loker besi, sofa dan mini pantry. Semua serba merek IKEA,
minimalis dan nyaman di mata.
Sebelum rapat, tentu saja secangkir cokelat hangat dan
cemilan berupa potongan buah-buahan seperti pepaya,
semangka, dan apel sudah mereka sediakan untukku.
“Seberapa banyak yang kita butuhkan?” tanyaku langsung
pada pokok persoalan. Mataku menatap lekat kedua orang
428 THAGA
GALGARA