Page 78 - THAGA 2024
P. 78
mereka buat Kakak kewalahan, sebab Kakak sebenernya
lebih memilih ketenangan agar bisa rileks dan fokus,” jelasnya
dengan sorot mata meyakinkan. “Dan menurut Rina, Kak Gal
punya masa lalu yang ... ah, gimana, ya ngomongnya ....” Dia
mulai menggantung kalimat, “mungkin seperti warna cokelat.”
“Gelap?” tebakku dibarengi hati merutuk. Namun, di depan
wanita sepertinya aku harus pandai menjaga respon diri. “Tau
gak saya hampir nyemburin es krim. Kamu peramal yang
handal.”
“Tuh, bener, kan?” Jarinya mencubit bajunya sendiri, lalu
melepaskan. “Anak psikologi pasti jago.”
Wah calon lawan sepadan batinku. “Semua orang punya
masa lalu. Dan saya hidup di masa kini juga masa depan.”
Secepat kilat, aku harus melakukan serangan balik. “Tau gak
saya juga tau tentang vanila pilihanmu.” Nadaku tak kalah
meyakinkan. “Tau gak kalo rasa vanila akan selalu membutuhkan
cokelat? Begitu juga orang-orangnya.”
“Aduh ... Lagu lama,” cebiknya, “bisa saja nie buaya,”
lanjutnya, lalu meninju pelan bahuku.
“Berarti setia, dunk, Rin?” Aku mencoba mengelak.
“Beda kalo darat.” Rina memasang muka gemas, “dan di
depan Kakak ini pawangnya?” balasnya telak.
Mulutku hampir ternganga. Meski receh, kami berdua
tertawa lepas. Kasih dia napas, biar melayang di awang-awang.
Pelan-pelan turunkan dan tembak tepat di jantung hatinya.
Perut sudah terisi. Hawa mendukung. Hormon serotonin
dan melatonin sudah terlepas. Kini saatnya memasukkan
agenda pribadi dalam politik makan siang. Bersama si Tamrih
aku mengatur strategi. “Aku harap kamu siap,” membatin.
“Rin tugas saya sebagai profesional saya kira sudah
selesai. Apa boleh saya mengenal kamu lebih jauh sebagai
70 THAGA
GALGARA